Tanya: Benarkah bahwa satu Ramadhan di Madinah Munawwarah sama dengan 70 Ramadhan di luar Madinah? Adakah dalilnya?
Jawab: Dikutip dari Islamqa.info bahwasannya:
Pertama:
Imam Baihaqi telah meriwayatkan dalam kitab Syu’ab (3852) dari Abdullah bin Umar berkata: “Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ بِالْمَدِينَةِ كَصِيَامِ أَلْفِ شَهْرٍ فِيمَا سِوَاهُ ، وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ بِالْمَدِينَةِ كَأَلْفٍ فِيمَا سِوَاهُ (
“Berpuasa pada bulan Ramadhan di Madinah sama dengan puasa 1000 bulan di luar Madinah, dan shalat Jum’at di Madinah sama dengan 1000 kali shalat di tempat lainnya”.
Imam Baihaqi berkata setelahnya: “Sanad hadits ini sangat lemah”.
Imam Thabrani telah meriwayatkannya dalam Al Kabiir: 1144 dari hadits Bilal bin Harits, Adz Dzahabi berkata: “Ini adalah batil dan sanadnya gelap (tidak jelas)”. (Mizan I’tidal: 2/473)
Ibnul Jauzi telah meriwayatkan dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah (2/87) melalui jalur Qasim bin Abdullah dari Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf dari Nafi’ bin Umar dengan status hadits yang marfu’.
Adapun Qasim bin Abdullah, Imam Ahmad dan Ibnu Mu’in telah mendustakannya
Baca: Mizan I’tidal: 3/371
Dan adapun Katsir bin Abdullah, Imam Syafi’i dan Abu Daud berkata tentangnya: “Salah satu rukun dusta”. (Mizan I’tidal: 3/407)
Syeikh Albani telah mengelompokkan hadits ini dalam Adh Dho’ifah: 831 dan Batil berkata:
“Adapun hadits:
(رمضان بالمدينة يعدل سبعين رمضانا في غيرها)
“Ramadhan di Madinah setara dengan tujuh puluh Ramadhan di lainnya.”
Kami tidak menemukan seorang pun telah meriwayatkan dengan redaksi seperti ini, akan tetapi telah disebutkan oleh Syeikh ‘Athiyyah Salim –rahimahullah- dalam Syarh Arba’in An Nawawiyah: 5/79 (sesuai dengan halaman Maktabah Syamilah) beliau berkata:]]
“Hadits ini disebutkan dalam kategori hadits dha’if dalam A’dzabul Mawarid”.
Ibnu Majah (3117) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
(مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ بِمَكَّةَ، فَصَامَهُ، وَقَامَ مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ لَهُ، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ مِائَةَ أَلْفِ شَهْرِ رَمَضَانَ، فِيمَا سِوَاهَا، وَكَتَبَ اللَّهُ لَهُ، بِكُلِّ يَوْمٍ عِتْقَ رَقَبَةٍ، وَكُلِّ لَيْلَةٍ عِتْقَ رَقَبَةٍ، وَكُلِّ يَوْمٍ حُمْلَانَ فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَفِي كُلِّ يَوْمٍ حَسَنَةً، وَفِي كُلِّ لَيْلَةٍ حَسَنَةً(
“Barang siapa yang mendapati Ramadhan di Makkah lalu ia berpuasa dan melaksanakan shalat malam yang mampu dilakukannya, maka Allah akan menetapkan baginya 100.000 bulan Ramadhan di luar Makkah, dan Allah juga menetapkan baginya memerdekakan budak pada setiap harinya dan pada setiap malamnya, dan pada setiap harinya bekal kuda perang di jalan Allah, serta menetapkan kebaikan pada setiap hari dan pada setiap malamnya”.
Syeikh Albani berkata dalam Dha’if Ibnu Majah: “Hadits ini maudhu’ (palsu)”.
Kedua:
Telah disebutkan bahwa kebaikan dan keburukan akan dilipatgandakan pada waktu dan tempat yang utama, dan bahwa pelipatgandaan kebaikan itu dari sisi jumlah dan caranya, adapun keburukan itu pelipatgandaannya dari sisi caranya saja.
Jadi berpuasa Ramadhan di Makkah atau Madinah mempunyai pahala yang berlipat ganda dari pada berpuasa di luar dua kota tersebut; karena kemuliaan kedua tempat tersebut, akan tetapi tidak perlu disampaikan bahwa hal itu lebih utama dari pada puasa di luar dua kota tersebut dengan 70 kali lipat atau 1000 kali lipat atau lebih banyak atau lebih sedikit dari itu; karena pembatasan dan pelipatgandaan ini membutuhkan hadits yang shahih.
Syeikh Ibnu Baaz berkata: “Beberapa dalil syar’i yang menyatakan bahwa kebaikan akan dilipatgandakan pada waktu utama dan pada tempat utama, sepeti; bulan Ramadhan dan 10 hari awal bulan Dzul Hijjah, dan tempat yang mulia, seperti; kedua tanah haram. Kebaikan akan dilipatkan gandakan di Makkah dan Madinah dengan banyak kali lipat sebagaimana telah disampaikan dalam hadits yang shahih dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
(صلاة في مسجدي هذا خير من ألف صلاة في ما سواه إلا المسجد الحرام وصلاة في المسجد الحرام أفضل من مائة ألف صلاة في مسجدي هذا ) رواه أحمد وابن حبان بإسناد صحيح.
“Shalat di masjidku ini lebih baik dari pada 1000 kali shalat yang lain, kecuali Masjidil Haram. Sedangkan shalat di Masjidil Haram lebih utama 100.000 kali shalat di masjidku ini”. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dengan sanad yang shahih)
Dan amal shalih yang lain juga dilipatkan gandakan, akan tetapi tidak ada dalil yang menyatakan sampai pada batasan tertentu, pembatasan pahala itu hanya ada pada ibadah shalat, sedangkan yang lainnya seperti; puasa, dzikir, membaca Al Qur’an, shadaqah, saya tidak mengetahui nash dalil yang menyatakan pelipatgandaan tertentu. Akan tetapi disampaikan secara global saja tentang pelipatgandaan tersebut dan tidak ada pembatasan tertentu”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 3/388)
Syiekh Ibnu Utsaimin berkata: “Pelipatgandaan amal dengan jumlah tertentu bersifat tauqifi (paten), membutuhkan dalil yang khusus untuk menentukan dan tidak ada ruang untuk qiyas dalam masalah ini, jika ada dalil yang shahih dalam pelipatgandaan amal maka kita ambil, akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa tempat dan waktu yang mulia mempunyai pengaruh pada pelipatgandaan pahala, sebagaimana perkataan para ulama –rahimahumullah-: “Sungguh kebaikan itu dilipat gandakan pada waktu dan tempat yang mulia, akan tetapi pengkhususan pelipatgandaan pada kadar tertentu membutuhkan dalil khusus”. (Asy Syarhul Mumti’: 6/514). Wallahu ‘alam. []
SUMBER: ISLAMQA