ISLAM tak hanya menganjurkan kita untuk memberikan pinjaman bagi yang membutuhkan. Lebih dari itu, Islam juga mengajarkan etika-etika dan akhlak mulia ketika mengutangkan.
Berikut ini tiga etika Islam ketika mengutangkan di antaranya sebagai berikut:
1. Menunggu Sampai Mampu
Kadang-kadang, orang yang berutang tidak selamanya bisa membayar tepat waktu. Bisa jadi karena terkena musibah, ada kebutuhan yang sangat mendesak, dipecat dari pekerjaan atau alasan lainnya.
BACA JUGA: Anda Berutang? Perhatikanlah 5 Hal Ini!
Maka, ketika itu terjadi, Islam mengajarkan kita sebagai pemberi utang untuk memberikan dia waktu tambahan sampai benar-benar mampu dan punya harta untuk membayar.
Jangan sampai kita paksa-paksa padahal tidak ada sepeser pun uang yang dia punya untuk membayar. Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan,” (QS. Al Baqarah: 280)
Imam Ahmad dalam kitabnya al-Musnad, meriwayatkan hadits yang menjelaskan ganjaran bagi orang yang memberikan tambahan waktu pelunasan bagi orang yang belum mampu membayar utang sampai benar-benar mampu.
Dari Abu al-Yasar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa yang menangguhkan (waktu pembayaran) bagi orang yang mengalami kesulitan atau merelakan (utangnya), Allah akan naungi dia di bawah naungan-Nya.” Mu’awiyah berkata, “Di saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah,” (HR. Ahmad)
2. Memutihkan Utang
Pada level berikutnya, kita bukan hanya dianjurkan untuk menangguhkan waktu pelunasan bagi yang sedang dalam keadaan sulit. Tetapi lebih baik dari itu jika kita bersedia untuk merelakan utang tersebut.
Ya, merelakannya begitu saja tanpa berharap untuk dikembalikan. Tentu orang yang berutang akan sangat merasa terbantu. Apalagi jika utang tersebut tidak terlalu urgent bagi kita. Dan inilah yang difirmankan oleh Allah SWT masih dalam surat al-Baqarah ayat 280, lanjutan ayat yang kita bahas di poin sebelumnya.
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Di zaman Nabi Muhammad SAW pernah ada kejadian salah seorang sahabat mengalami musibah sehingga utangnya menumpuk dan tidak sanggup lagi untuk membayar. Sampai-sampai Nabi memerintahkan para sahabat yang lain untuk mengumpulkan donasi untuk membantu melunasi utangnya.
BACA JUGA: Ingat, Janji adalah Hutang, Tepatilah!
Sayangnya, donasi yang terkumpul belum cukup untuk melunasi semua utangnya. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada orang-orang yang diutanginya untuk mengambil pembayaran seadanya, sisanya Nabi perintahkan untuk direlakan saja.
Kejadian tersebut direkam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri dalam kitab Shahih Muslim: Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Seseorang terkena musibah di masa Rasulullah SAW pada buah-buahan yang dibelinya. Sehingga utangnya menumpuk, kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Bersedekahlah untuknya!’ orang-orang pun bersedekah untuknya, hanya saja sedekah yang terkumpul belum cukup untuk menutupi utangnya. Maka Rasulullah SAW pun berkata kepada orang-orang yang diutanginya, ‘Ambillah apa yang kalian dapati, tidak ada yang lain bagi kalian kecuali itu (saja).”
3. Menagih dengan Cara yang Baik
Jika kita dianjurkan untuk menangguhkan waktu pelunasan, bahkan merelakan utang bagi yang mengalami kesulitan untuk melunasinya. Maka, jika orang itu sebetulnya mampu untuk membayar, kita tetap dianjurkan untuk menagihnya dengan cara yang baik-baik.
Tidak boleh kita tagih dengan cara yang kasar, kata-kata yang menyakitkan atau bahkan intimidasi. Karena ini akan merugikan kita di dunia maupun di akhirat. Di dunia kita rugi, karena mungkin dengan berlaku kasar dan menyakitkan ketika menagih, kita akan kehilangan hubungan baik selamanya dengan orang tersebut. di akhirat lebih rugi lagi. Karena yang seharusnya kita dapat pahala karena mengutangkan, pahala tersebut hangus hanya karena kita kurang ‘elegan’ dan kurang beretika ketika menagih utang.
BACA JUGA: Terbiasa Berutang, Hati-hati dengan Bahaya Ini
Dari Jabir bin Abdullah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT menyayangi orang yang bermurah hati ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih utang,” (HR. Bukhari). []
SUMBER: RUMAH FIQIH/ Penulis: Ustaz Muhammad Abdul Wahab. Lc