Muslim Exchange Program, atau program pertukaran pemuda Muslim adalah kegiatan tahunan yang digelar Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Kelompok pertama tahun 2017 yang berasal dari Indonesia adalah Oki Setiana Dewi, seorang TV presenter dan artis yang juga kandidat PhD di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayutallah Jakarta; Prosmala Hadisaputra, kepala program pendidilan Diniyah di Pesantren Selaprang, Kediri, Lombok Barat; Nisawatin Faoziah, dari Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran di Yogyakarta; Nurjanni Astiyanti dari Dinas Pendidikan Jawa Barat; dan Syamsul Alif Galib dari Universitas Islam Negeri Alauddin di Makassar.
Program pertukaran pemuda Muslim ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi para pemuda dari kedua negara untuk melihat bagaimana Islam itu. Juga agar mengetahui bagaimana semua agama dipraktikkan di Indonesia dan Australia.
Kelima orang yang terpilih ini sudah berada di Melbourne sejak awal pekan (6/3/17). Di kota itu mereka memiliki sejumlah rangkaian program yang cukup padat seperti menunjungi masjid baru di kawasan Newport, Museum Islam pertama di Australia, termasuk ke kantor ABC Australia yang berada di kawasan Southbank, Melbourne.
Dalam kunjungan ke ABC, hari Jumat (10/3/17), kelima perwakilan pemuda Muslim itu bertemu dengan staf dari Australia Plus Indonesia dan berdiskusi soal apa yang akan mereka gali dan cari tahu dari kunjungannya ke Australia tersebut.
Syamsul Arif Galib, yang akrab dipanggil oleh Sam bertanya soal apakah ada dan bagaimana tanggapan soal muslim dari kalangan gay, lesbian, biseks, dan transgender (LGBT).
“Jika di Indonesia, isu ini menjadi sangat sensitif. Ada beberapa ulama dan syeikh yang belum memberikan tanggapan, tetapi pada intinya menghargai keberadaan mereka sebagai manusia,” ujar Sam yang mengaku pernah tinggal dan bersekolah di Amerika Serikatm, seperti dikutip dari australiaplus.com.
Sementara itu, Oki Setiana Dewi yang pernah membintangi film ‘Ketika Cinta Bertasbih’ ingin agar pengalamannya ke Australia untuk melihat kehidupan Islam di sini menjadi sesuatu yang bisa dibagikan bagi penonton acara televisi yang dibawakannya.
“Ini adalah pertama kalinya saya datang ke sebuah negara yang sangat multikultur, sebelumnya saya hanya pernah ke beberapa tempat di Asia, seperti Jepang atau Hong Kong. Jadi melihat bagaimana kehidupan Islam di masyarakat yang beragam ini sangat menarik,” kata Oki.
Prosmala Hadisaputra yang sudah beberapa kali menerbitkan publikasi merasa takjub melihat banyaknya masjid-masjid di Australia yang berkesan lebih dari sekedar tempat shalat.
“Saat kami ke Masjid di Newport, area shalat bisa terlihat dari luar karena kaca yang transparan,” katanya. “Ini juga menjadi salah satu bentuk dakwah menurut imamnya, karena terkesan transparan atau terbuka bagi mereka yang ingin tahu aktivitas di dalam masjid.”
“Saya juga merasa jika masjid tersebut memiliki ruangan yang bisa digunakan untuk berbagai acara komunitas, jadi bukan sekedar tempat untuk beribadah.”
Prosmala menjelaskan jika ada beberapa masjid di Indonesia yang juga sudah mulai terbuka untuk berbagai acara, tetapi masih pula ada anggapan masjid hanya ekslusif bagi orang Islam.
Dengan latar belakangnya sebagai guru bimbingan, Nurjanni Astiyanti lebih merasa jika Australia menempatkan sisi humanitas lebih tinggi dibandingkan dengan bidang lainnya.
“Saya ingin lebih menggali bagaimana Australia menganggap kemanusiaan sebagai sesuatu yang dianggap penting, apakah karena ini juga jurusan-jurusan sosial dan humanity memiliki syarat nilai IELTS yang lebih tinggi dibandingkan bidang teknik atau sains?” kata Nurjanni yang tinggal di Sukabumi.
Masalah toleransi dan apakah ada pemberian ‘label’, baik dilakukan oleh komunitas Muslim Australia atau diantara komunitas itu sendiri menjadi perhatian Niswatin.
Pertukaran pemuda Islam Australia dan Indonesia memilih para pemimpin muda di bidangnya untuk datang ke Australia selama dua minggu.
Mereka tidak hanya akan bertemu dan berkunjung ke organisasi Muslim saja, tapi juga ke kelompok dan organisasi agama lain, untuk mendapatkan pengalaman budaya.
Diharapkan lewat program pertukaran ini mereka lebih dapat mempromosikan hubungan lintas agama diantara Muslim dan pemeluk agama lain di kedua negara. []
SatuMedia