Oleh : Lilik Yani
Setelah satu bulan kita menjalankan ibadah Ramadhan. Puasa, shalat tarawih, tilawah al-Qur’an, i’tikaf menanti lailatul qodar, dan yang lainnya, dilengkapi zakat fitrah di penghujung Ramadhan. Kini tibalah hari yang dinanti yaitu Idul Fitri yang artinya kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian.
Setelah sebulan kita berusaha membersihkan diri kita, mensucikan kalbu kita dari niat buruk, benci, iri hati, dendam, dan penyakit-penyakit hati lainnya. Kemudian membersihkan dan mensucikan harta kita melalui kewajiban membayar zakat fitrah. Hikmah yang terkandung di dalamnya dari upaya pembersihan semua itu adalah untuk mensucikan diri kita agar Allah memberikan kemenangan dan kebahagiaan kepada kita.
“Sungguh berbahagialah orang yang mensucikan dirinya dan sungguh celaka orang yang mencemarinya.“
Pada hari raya ini kita selayaknya bergembira dan berbahagia karena janji Allah tersebut. Namun kita tetap harus introspeksi dan merenungi diri, terhadap amal ibadah yang sudah kita lakukan. Sehingga sangat wajar kalau Rasulullah SAW mengajak para sahabatnya untuk berdoa sepanjang tahun ke depan, agar ibadah Ramadhan yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT.
BACA JUGA: Lima Cara Menurunkan Berat Badan Usai Lebaran
Seperti para ulama salaf, yang sudah berusaha maksimal menjalankan ibadah pada bulan Ramadhan, tetapi pada saat hari raya hatinya ada rasa khawatir kalau ibadahnya tidak diterima Allah. Maka mereka berdoa di enam bulan setelah bulan Ramadhan agar ibadah yang sudah dijalankan diterima Allah swt dan berdoa di enam bulan selanjutnya agar Allah mengijinkan mereka bertemu bulan Ramadhan tahun selanjutnya.
Subhanallah. Untuk orang-orang sekelas ulama, para sahabat Rasulullah, bahkan Rasulullah sendiri yang sudah dijamin syurga oleh Allah tetapi masih ada rasa takut dan khawatir tentang ibadahnya, apakah sesuai dengan yang dikehendaki Allah sehingga diterima atau masih jauh dari yang dikehendaki Allah.
Bagaimana dengan kita? Dengan ibadah yang tidak seberapa saja, itupun belum tahu kebenarannya karena masih jauh dari sempurna. Tetapi kita terkesan percaya diri, seakan-akan ibadahnya sudah diterima Allah. Sehingga dengan berlalunya bulan Ramadhan, ada harapan bisa masuk surga firdaus.
Akibatnya, ibadah Ramadhan yang sudah dilakukan sebulan itu seolah sebagai penutup dari seluruh ibadah dan penghapus dosa-dosa selama satu tahun mendatang. Sehingga setelah Ramadhan terlewatkan, ibadah-ibadah yang dulu dilaksanakan dengan tertib, jadi kacau lagi. Jangankan ibadah sunnah, ibadah wajib pun mulai diabaikan.
Posisikan Diri Antara al Khauf dan Rajaa
Mari kita posisikan diri antara al khauf war rajaa (khawatir dan harapan) merupakan suatu
kesadaran dalam diri atas segala kelemahan dan ketidakberdayaan, kecuali atas pertolongan Allah.
Maka kita juga merasa khawatir kalau amal ibadah yang sudah kita lakukan selama bulan Ramadhan tidak seperti yang dikehendaki Allah. Salah satu tanda kecelakaan seorang hamba adalah persangkaan bahwa dirinya telah berbuat yang terbaik, padahal kenyataannya justru sebaliknya.
Katakanlah : “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya,” (QS Al Kahfi : 103-104).
Kita khawatir apabila amal ibadah kita termasuk amal yang sia-sia. Amal yang tidak memberikan jaminan kebahagiaan di dunia dan akherat. Apalagi jika mengingat dosa dan maksiat yang sudah banyak kita lakukan. Kita khawatir kalau dosa dan kedzaliman yang kita perbuat akan membuat ludes amal kebaikan yang kita kumpulkan, sehingga mengalami kebangkrutan di akhirat nanti.
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw berkata kepada sahabatnya, “Tahukah kamu siapa yang bangkrut itu?”
Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut itu mereka yang tidak memiliki dirham dan perhiasan.”
Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku itu adalah mereka yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan shalat, puasa dan zakatnya. Namun datang pula mereka yang pernah dicacimakinya, dihinanya, dirampas harta bendanya, ditumpahkan darahnya (dibunuh), dipukulinya. Maka diberikan kebaikannya itu kepada si ini dan kebaikan yang lain kepada si ini. Namun kebaikan-kebaikannya itu sudah keburu habis sebelum membayar lunas kejelekannya.
Maka diambillah dosa-dosa dari mereka yang disakitinya itu dan diberikan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR Muslim)
Sungguh mengerikan, jika kita termasuk golongan orang yang bangkrut. Jangankan kita mendapat ganjaran atas kebaikan yang kita lakukan, justru kebaikan kita diambil alih hingga lenyap bahkan diganti dengan siksa neraka. Nau’dzubillahi min dzalik.
Idul Fitri Momentum Kemenangan
Mari kita jadikan momentum idul fitri sebagai bukti kemenangan kita setelah mengalahkan hawa nafsu selama satu bulan. Kemenangan yang berbuah kebahagiaan.
Rasulullah saw bersabda, “Bagi yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya.”
Dua kebahagiaan itu merupakan wujud dari dua kemenangan. Kemenangan yang bersifat lahiriah (jasmaniah) dan kemenangan yang bersifat batiniah (ruhaniah/spiritual). Dua kemenangan itu juga menjadi simbol kemenangan sejati seorang mukmin. Kemenangan atau kebahagiaan dunia dan akherat.
Namun kemenangan itu tidak sekadar dicapai sebatas kita menuntaskan kewajiban ibadah shaum selama satu bulan penuh saja, melainkan sejauhmana mempraktikkan di dalam kehidupan setelah Ramadhan, selama sebelas bulan berikutnya.
Idul fitri sebagai rangkaian ibadah Ramadhan perlu kita ambil hikmahnya dalam kehidupan pascaRamadhan. Hakekat Idul fitri adalah meraih kemenangan hakiki. Kembali ke fitrah setelah melalui masa pelatihan selama bulan Ramadhan. Sebaik-baik fitrah adalah adalah kembali kepada agama Allah.
BACA JUGA: Jangan Kebanyakan Makan saat Lebaran atau Ini Akibatnya
Takbir Kemenangan Hakiki
Saat matahari Ramadhan tenggelam, masuk 1 Syawal maka di hari Raya Idul fitri itu kita mengumandangkan takbir. Takbir adalah ungkapan yang keluar dari hati terdalam sebagai bentuk pengakuan atas kebesaran Allah sambil menyadari bahwa semua makhluk selain Allah adalah kecil. Kita adalah makhluk yang lemah, maka kepada siapa mengharap pertolongan kecuali kepada Allah SWT yang telah menciptakan kita dan dengan kasih sayang Allahlah kita diberi kesempatan menikmati hidup di dunia milik Allah ini.
Syukur Atas Karunia Allah di momentum Idul Fitri
Hanya dengan ijin Allah kita bisa menjalankan ibadah Ramadhan sebulan penuh, dengan kemudahan dan ada rasa nikmat. Kita harus bersyukur bisa menikmati hari raya Idul Fitri dan menggemakan takbir sebagai tanda kemenangan.
Tapi harus disadari, kemenangan ini harus dibuktikan dengan penerapan dalam arena kehidupan nyata di sebelas bulan berikutnya.
Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan mengijinkan kita bertemu dengan Ramadhan di tahun berikutnya dalam keadaan lebih baik penuh semangat dalam menjalankan perintah Allah.
Dan semoga tujuan pelaksanaan perintah puasa ini tercapai yaitu membentuk insan yang bertaqwa. Yang tunduk dan taat kepada Allah SWT dalam segala aspek kehidupan. Aamiin. Wallahu a’lam bisshawab. []
Ngawi, 1 Syawal 1440H
RENUNGAN adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim tulisan Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.