TANYA: Saya kemarin malam ada tamu datang lebaran. Lalu dia datang pukul 19.30 bertepatan dengan shalat Isya. Itu bagaimana? Apakah shalat dulu atau melayani orang itu? (Mzulfiqri via Facebook)
Jawab: Pertanyaan senada pernah diajukan kepada Ustaz. Fuad Baraba’ Hafidullah. Beliau menjawab bahwa sebaiknya tamu tetap dimuliakan, namun shalat juga jangan ditnggalkan. Caranya dengan mengajak tamu tersebut shalat berjamaah ke Masjid bersama kita. Jangan sampai kita dilalaikan olehnya sehingga terluput dari shalat berjama’ah.
BACA JUGA: Kualitas Iman Itu Dilihat Bagaimana Menghormati Tetangga dan Tamu
Selain itu, jika tamu datang pada saat kita tengah mengerjakan shalat, maka lanjutkan lah shalatnya. Pada kasus semacam ini diibolehkan mengeraskan bacaan untuk memberitahu bahwa tuan rumah sedang shalat sehingga tidak bisa langsung membukakan pintu untuk tamu. Dengan demikian, tamu tersebut dapat mengerti dan menunggu hingga tuan rumah menyelesaikan shalatnya.
Berbeda pula jika tamu datang saat tuan rumah sudah menyelesaikan shalat namun masih dalam posisi berdoa dan berzikir di atas sajadah. Dalam permasalahan demikian, M. Ali Zainal Abidin dari NU.or.id menjelaskan, hendaknya yang dilakukan adalah menyudahi dzikir yang ia baca dan bergegas menemui tamu yang mencarinya dengan niat akan melanjutkan bacaan dzikirnya setelah tamu tersebut bergegas pulang. Hal ini dikarenakan bacaan-bacaan dzikir dapat di-qadha untuk dilakukan di waktu yang lain, sedangkan menemui tamu hanya terjadi pada momen-momen tertentu yang seringkali tidak bisa terulang.
BACA JUGA: Saat Kiai NU Ini Puasa Syawal sembari Jamu Tamu Lebaran
Sikap seperti ini merupakan sikap yang juga dilakukan oleh para ulama pada zaman dahulu, seperti yang dijelaskan dalam kitab Tadzkir an-Nas:
وقال سيدي رضي الله عنه لبعض زائريه من السادة العلويين إذا جاءني أحد ممّن أحبّه أترك أورادي وأجلس معه. وكان بعض السلف وهو السيد علوي بن عبد الله العيدروس صاحب ثبي يقول: الأوراد تقضى ومجالسة الإخوان لا تقضى
“Junjunganku berkata pada sebagian orang yang mengunjunginya dari golongan Alawiyyin: “ketika datang padaku salah satu dari orang yang aku cintai, maka aku tinggalkan wiridanku dan aku akan menemani duduk bersamanya”. Sebagian Salafus Shalih yaitu Sayyid Alawi bin Abdullah Al-‘Idrus berkata: “Wiridan (dzikir) dapat di-qadha, sedangkan duduk bercengkrama dengan teman-teman tidak dapat di-qadha.” (Sayyid Ahmad bin Hasan bin Abdullah Al-‘Attas, Tadzkir an-Nas, hal. 117) []
SUMBER: BBG-ALILMU | NU.OR.ID