Oleh: Ramadani Ann Al-Qohirohiyyah
annbvl38@gmail.com
ANEH juga terkadang mendengar bantahan atau jawaban dari teman yang suka sekali dengan kata, “dari Hongkong.”
“Ciyeee … kamu menang undian sabun colek seharga 2 M ya?”
“Menang dari Hongkong!”
“Eh, yang dapat smartphone baru, ceileee.”
“Smartphone dari Hongkong!”
“Sssst’, itu kan calon mertuamu, buruan sapa sana!”
“Apaan! Mertua dari Hongkong!”
“Hey, sekarang kamu lebih alim, udah tobat ya? Ehem.”
“Taubat dari Hongkong!”
Apa-apa dari Hongkong, Hongkong aja belum tentu apa-apa. Eh, maksudnya kenapa suka mengaitkan hal dengan negara itu. Padahal masih banyak
negara muslim lain yang lebih sering disebut dalam Al-Quran. Negara yang diberkahi seperti Mekah Al-Mukarramah, Madinah Al-Munawarrah,
negeri Syams, dst. Bukankah kata-kata itu adalah sebuah doa, siapa tahu sejak kita berujar, kemudian Malaikat sedang meng’aamiinkan
dedoa. Masa’ iya kita refleks nyebutin, “dari Hongkong” terus sih?
Coba deh ganti kebiasaan sebut kata Hongkong jadi Madinah, siapa tahu di’aamiinin Malaikat, gak tahunya kita sudah ada di sana dalam waktu
terdekat atau tahun depan? MasyaAllah.
“Waaw, ente jenggotan ya, jadi ustad sekarang, Bro?”
“Ustad dari Madinah!”
“Hehe, aamiin.”
“Kenapa lagi?”
“Jangan galak dong, Bro. Ane gak ngejek kok, justru bangga.”
“Oh iya, thank you, Bro!”
Mungkin berkat doa temannya itu dan di-aamin-kan Malaikat, Allah telah izinkan pemuda tersebut menuntut ilmu di Madinah sampai menjadi ustadz di negerinya sendiri beberapa tahun kemudian (true story).
Sebenarnya tidak salah kalau suka berkata, “dari Hongkong.” Hanya saja, lebih baik dibiasakan untuk memperbaiki kualitas pembicaraan.
Tidak berdosa jika seseorang menulis kalimat baik untuk kita, terlepas dari apakah niat dan maksud orang tersebut adalah menghina, mengejek, atau apa pun. Yang penting kita harus paksa diri ini agar berbaik sangka, sekaligus membalasnya dengan, “Aamiin (semoga Allah mengabulkan).”
Kalaupun kita tahu dengan kesadaran penuh bahwa mereka sengaja mengejek; entah bermaksud untuk bercanda atau serius, maka jawaban terbaik adalah dengan beristigfar, bukan dibalas dengan ejekan serupa bahkan lebih buruk lagi, jangan rugi dua kali, dapat hal buruk dan menciptakan satu dosa baru.
“Aamiin (semoga Allah mengabulkan),” jika dapat ucapan baik.
“Astagfirullah (ampuni aku, ya Allah),” jika dapat kalimat yang membuat hatimu tersinggung, semoga diampuni Allah sebab ada yang mengusikmu, tentu saja itu dikarenakan kesalahanmu sendiri; kemudian belajarlah menerima dan memaafkan.
Apakah kita bisa berbuat baik? Bukan, bukan ‘dari Hongkong aja ya.
Dari hal-hal terkecil dan sederhana pun bisa menjadi kebaikan, gak harus ke Hongkong dululah, Saudara seimanku! []
Balqis, 19 Mei 2016
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.