ONTARIO — Survei yang dilakukan oleh Centre for International Governance Innovation (CIGI) di Ontario, Kanada, mencatat 86 persen pengguna internet di dunia menjadi korban penyebaran berita hoaks. Hoaks ini tersebar terutama di beberapa flatform sosial media di sejumlah negara.
Flatform yang tercatat paling banyak menyebarkan hoaks adalah Facebook. Sekitar 77 persen pengguna Facebook mengaku mereka pernah menemukan berita hoaks. Flatform berkutnya adalah Twitter. Sekitar 62 persen pengguna Twitter, dan 74 persen lainnya merupakan gabungan dari pengguna media sosial lain juga menjadi korban hoaks.
BACA JUGA: Unggah Hoaks 22 Mei, Dokter Kandungan Ini Diciduk Polisi
Akibatnya, ketidakpercayaan masyarakat terhadap media sosial meningkat. Ditambah isu privasi daring dan bias yang dimasukkan ke dalam algoritme yang digunakan oleh raksasa internet tersebut. Pesatnya penyebaran hoaks ini akhirnya mendorong 10 persen pengguna Twitter menutup akun mereka selama setahun terakhir. Diikuti oleh 9 persen pengguna Facebook yang melakukan hal serupa.
Responden dalam survey yang dilakukan CIGI pun meminta peran aktif pemerintah dan perusahaan media sosial untuk menanggulangi penyebaran hoaks yang turut berkontribusi meningkatkan ketidakpercayaan terhadap internet dan dampak negatif terhadap ekonomi dan politik.
Sementara itu, berdasarkan lokasi penyebarannya, Amerika Serikat (AS) menjadi negara dengan penyumbang penyebar hoaks terbanyak. Disusul Rusia dan China. Sementara Mesir menjadi negara yang paling mudah termakan hoaks. Sedangkan, responden di Pakistan justru menjadi yang paling skeptis terhadap berita hoaks.
BACA JUGA: Polisi Benarkan Anggota BPN Jadi Tersangka Hoaks Kerusuhan 22 Mei
“Survei sikap global tahun ini tidak hanya menggarisbawahi kerapuhan internet, tetapi juga meningkatnya ketidaknyamanan pengguna terhadap media sosial dan kekuatan yang dimiliki perusahaan-perusahaan ini atas kehidupan sehari-hari mereka,” kata tim peneliti CIGI, Fen Osler Hampson dalam sebuah pernyataan seperti dilansir AFP.
Survei yang diselenggarakan di 25 negara ini melibatkan lebihd ari 25 ribu pengguna internet. Survei ini menggunakan metode jajak pendapat dengan wawancara langsung dan daring yang dilakukan pada 21 Desember 2018 hingga 10 Februari 2019. []
SUMBER: AFP