Oleh: Indi Ghina Nafsiyya
Mahasiswi STEI SEBI DEPOK
SEBAGIAN besar manusia hanya mengandalkan materi dan usaha fisik untuk membangun dan membesarkan usaha. Tidak terpikirkan bahwa usaha dapat diperbesar dengan jalan ibadah. Sering terlupakan oleh manusia bahwasanya terdapat hubungan yang sangat besar antara usaha dan ibadah, karena berbisnis bukan hanya pekerjaan duniawi.
Ketika kita melibatkan Allah dalam menjalankan usaha, maka Allah pun akan hadir memberikan pertolongan pada kita sehingga usaha kita untuk mendapatkan rezeki yang halal dapat tercapai. Dan yang terpenting saat kita memprioritaskan Allah dalam bisnis kita, maka Allah pun tak segan untuk memprioritaskan kita dalam urusan rezeki. InsyaAllah.
Memenuhi panggilan Allah harus diprioritaskan dalam bisnis
“wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-jumuah : 9)
Ayat di atas menegaskan perihal perintah dan larangan yaitu perintah untuk bergegas ke masjid serta larangan berjual beli saat sholat jumat. Perintah untuk bergegas berangkat ke masjid sebenarnya bukan menjadi tujuan dalam ayat ini, tetapi yang menjadi tujuan adalah mengingat Allah SWT. Begitu pula dengan larangan jual beli pada saat sholat jumat. Jual beli ini dilarang bukan karena jual belinya, tetapi karena jual beli tersebut dikhawatirkan akan melalaikan sholat jumat atau terlambat melaksanakannya.
Terdapat korelasi antara sholat, bisnis dengan mengingat Allah. Bisnis yang tidak melupakan Allah dan tidak melalaikan sholat akan mendapatkan ridho Allah dan pertolonganNya. Ayat itu pun mengisyaratkan bahwa Allah menginginkan panggilannya diprioritaskan oleh pebisnis dari kesibukan bisnisnya.
Allah akan menjadikan dunia melayani orang yang memprioritaskan Allah sebagaimana dalam hadits qudsi : “barangsiapa yang melayani dunia maka ia akan memperbudaknya dan barangsiapa yang melayaniKu (Allah) maka aku akan menjadikan dunia sebagai pelayannya.”
Mengikuti tata aturan Allah dalam berbisnis
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu bunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha penyayang kepadamu.” (QS. An-nisa : 29)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-baqoroh :188)
Ayat di ats membatasi kita dari bisnis-bisnis bathil. Kriteria bisnis bathil banyak dijelaskan oleh nabi dan dikupas panjang lebar oleh para ulama dalam kitab-kitab fiqih khususnya bab al buyu’ (jual beli).
Jangan menentang atau menantang perang Allah dan RasulNya dalam bisnis
Mari kita perhatikan firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al- baqoroh : 278-279).
Ayat itu mengisyaratkan bahwa jika ada praktik atau unsur riba dalam bisnis kita berarti kita sedang berperang (dimusuhi Allah dan RasulNya) dan Allah telah mengumumkan sikapNya terhadap riba pada ayat sebelumnya.
“orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Qs. Al-baqoroh : 275-276)
Pentingnya kesadaran akan adanya pengawasan Allah dalam setiap transaksi
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang Mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada rasul. dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-mujadilah : 7-8)
Ayat itu berlaku juga untuk para pebisnis, di mana mereka banyak melakukan rapat dan pembicaraan planning bisnis. Kesadaran akan adanya pengawasan Allah dalam bisnis ini akan mencegah para pebisnis untuk melakukan hal-hal yang dilarang dalam bisnis, sebagaimana telah banyak dibahas dalam kaidah maqashid bisnis. Contohnya:
1.Maqashid larangan ihtikar. Ihtikar ialah menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar suatu saat harganya menjadi naik dan keuntungan besar akan diperoleh. kegiatan seperti ini diharamkan dalam islam, sesuai dengan hadits-hadis Rasulullah Saw Diriwayatkan dari Abu umamah, ia berkata; “Rasulullah Saw melarang memonopoli makanan”.
2. Maqashid larangan gharar. Gharar ialah kedua belah pihak dalam transaksi tidsak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi, singkatnya “terdapat unsur ketidakjelasan” dalam transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga ada pihak yang dirugikan. Dan lain sebagainya
Transaksi terbaik adalah bertransaksi dengan Allah
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. As-shaaf : 10-12)
Ayat ini menjelaskan bahwa transaksi terbaik adalah yang memberikan garansi terhindarnya seseorang dari neraka dan memberi jaminan masuk surga. Transaksi yang menguntungkan ini hanya bisa diwujudkan dengan cara beriman kepada Allah dan RasulNya serta berjuang di jalan Allah dengan harta maupun jiwanya. Transaksi ini ialah dapat berupa menginfakkan harta di jalan Allah, kewajiban berzakat, bersedekah dan lain sebagainya.
Seperti dalam pembahasan kaidah maqashid bisnis telah dijelaskan tentang maqashid berinfak dalam Al-Quran. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Qs. Al-baqarah : 219) dan penjelasan dalam kaidah maqashid bisnis tentang maqashid kewajiban berzakat juga terdapat dalam Al-Quran. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. At-taubah : 103)
Sebagai pebisnis (bisnis duniawi) hendaknya kita juga tetap bertransaksi dengan Allah (berinfak di jalan Allah) dengan begitu kita akan memperoleh ganjaran yang banyak dari Allah di akhirat nanti, tidak hanya itu Allah juga telah menjanjikan akan memberikan bonus di dunia dalam bentuk dukungan Allah dalam setiap usaha kita. Sebab hal ini termasuk upaya kita dalam memprioritaskan Allah. Wallahu’alam bishoab.
REFERENSI: Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam