MENCINTAI ingin menikahi itu wajar. Mencintai lalu gagal menikahi juga wajar. Sebab, cinta tak selalu mulus dan berjalan lurus. Cinta punya cerita suka juga duka. Ada yang mudah, ada yang susah. Ada yang gampang menikah, ada pula yang harus bersusah payah.
Cinta tak selalu serba indah. Suatu saat menyenangkan, di saat yang lain menegangkan.
Jodoh sama misterinya dengan kematian, tak bisa ditebak kapan dan di mana tempatnya. Jodoh adalah rahasia Allah, dengan siapa orangnya, di mana bertemunya, dan kapan waktu menikahnya.
Alangkah bijak nasihat guru kami Ustadz Muhtar Fatony Wahyudi dalam menyikapi karunia Ilahi. Beliau menasihatkan, “Harapan itu terbagi dua. Pertama, sesuai dengan keinginan kita. Ini harus disyukuri karena Allah meridhai. Kedua, tidak sesuai dengan keinginan kita. Maka, ini harus lebih disyukuri lagi, berarti Allah berkeinginan memberikan yang terbaik bagi kita.”
Urusan jodoh juga demikian. Saat memutuskan untuk menikah, maka ada dua kemungkinan yang bisa terjadi.
Pertama, Allah karuniakan jodoh sesuai harapan.
Kedua, Allah tangguhkan jodohnya. Yang harus dikedepankan adalah baik sangka, bahwa Allah Tahu yang terbaik bagi kita.
Istri saya bercerita bahwa temannya waktu SMA mau menikah, sudah dilamar, dua keluarga besar sepakat, dan hari H pernikahan pun sudah ditentukan. Sudah menyewa gedung resepsi, menyediakan gaun pengantin, juga kelengkapan pernikahan lainnya.
Keluarga, sanak saudara, kerabat, dan sahabat-sahabatnya sudah diberi tahu. Kabar pernikahan itu disampaikan secara lisan dan juga lewat pesan. Bahkan, 1.000 undangan sudah dicetak dan siap dibagikan.
Sebagaimana calon pengantin pada umumnya, calon mempelai wanita ini sangat bahagia menjelang hari pernikahannya. Demikian juga dengan keluarga besarnya, mereka sangat mendukung pernikahan putrinya. Namun, kebahagiaan itu pudar sebelum tiba hari pernikahannya.
Mengapa?
Secara tiba-tiba calon mempelai pria membatalkannya. Mengundurkan diri tak jadi menikahi.
Apa sebabnya?
Sang pria mengaku memiliki penyakit. Ia khawatir jika pernikahan tetap dilanjutkan, kelak ia tidak bisa membahagiakan sang istri.
Apakah ini pengakuan jujur?
Bisa jadi benar, ini pengakuan jujur yang lahir dari niat suci karena tak ingin menyakiti. Lebih baik pernikahan dibatalkan daripada timbul penyesalan. Namun, yang disayangkan, mengapa pengakuan ini tak disampaikan dari awal?
Mengapa tidak dibicarakan sebelum ada kesepakatan, sebelum semua pernak-pernik penikahan disiapkan?
Kemungkinan kedua, bisa jadi ini hanya alasan yang dibuat-buat, pengakuan tak berdasar. Sang lelaki tak serius ingin menikahi sehingga mengarang cerita untuk menyelamatkan diri dari kemarahan keluarga calon mempelai istri. Wallahu A’lam.
Hanya Allah Yang Tahu segala yang tebersit dalam jiwa manusia. Bila sang lelaki berdusta, biarlah pantun ini menyindirnya:
Kalau tahu manisnya susu
Takkan kutambah dengan gula
Kalau tahu cintamu palsu
Takkan kuterima sejak semula
Di sini kita belajar bijak menyikapi hidup, bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Allah Swt, termasuk jodoh. Mari introspeksi diri.
Yang merasa disakiti, moga Allah gantikan yang terbaik. Yang pernah menyakiti, menggagalkan pernikahan, segeralah perbaiki diri. Minta maaf dan taubat atas dosa yang dilakukan.
Sungguh, pernikahan adalah perkara besar dan serius. Tak boleh dibuat guyon dan mainan.
Baik sangka, optimis, doa, dan usaha tetap menjadi bagian yang tak boleh dilupakan. Seperti teman istri saya tadi, tak putus harapan meskipun ujian mengguncang kehidupan. Tegar menghadapi kenyataan meskipun pahit yang dirasakan.
Cinta punya cerita
Derita dan bahagia
Sabar saat gagal cinta
Syukur bila diterima
Dua-duanya pahala
Allah memberi gantinya
Bahagia kesudahannya
Sabar dan tulus menerima kenyataan menjadi bagian yang tak boleh diabaikan, serahkan semua permasalahan kepada Allah Yang Mengatur kehidupan. Biarlah Allah Yang Memutuskan. Hingga akhirnya lelaki baik-baik datang melamar dan menikahinya. Allahmdulillahirabbil ’alamin.
Kini teman istri saya pun bahagia bersama suami dan anaknya.
Mari yakini dalam hati, Allah pasti mengganti dengan yang jauh lebih berarti. []