SETIAP pertemuan, ada perpisahan. Ini niscaya, mau tidak mau, suka tidak suka. Tak bisa ditawar dengan dalih apapun juga. Perpisahan itu pasti terjadi. Yang membedakan adalah dimensinya, perpisahan sementara atau selamanya.
Dalam kondisi tertentu, perpisahan itu artinya kehilangan. Kehilangan pasangan misalnya. Putus cinta, cerai, atau meninggal dunia. Artinya sesuatu yang melekat dalam diri hilang dari kehidupan. Kehilangan artinya terenggut. Terenggut artinya hampa. Hampa artinya sunyi, sepi, dan merasa sendiri meskipun hidup di tengah keramaian.
BACA JUGA: Berpisah, Kenapa Harus?
Ketika cinta dihadapkan pada perpisahan, di sana ada guncangan, kesedihan yang menyiksa, hati yang muram durja, masa depan terasa suram, nestapa, dan derai air mata. Hidup seolah tak lagi berarti tanpa kekasih belahan hati.
Perpisahan karena cinta acapkali mengguncang jiwa. Bagi orang yang kurang vitamin rukhiyah, kehilangan pasangan bisa mengganggu akal dan pikirannya. Sehingga tak aneh bila kita mendengar ada orang gila karena kehilangan cinta.
Sejarah pun mencatat kisah perpisahan yang mengris hati, mengguncang jiwa, dan melelehkan air mata. Seolah-olah melangkah tanpa arah dan bicara tanpa makna. Bila bukan iman yang menguatkan hati, tentu lebih memilih mati ketimbang hidup tanpa arti.
Perpisahan Adam dan Hawa saat diturunkan ke bumi adalah kisah yang memilukan. Allah menurunkan mereka dari Surga ke Bumi di tempat yang berbeda dan berjauhan. Tanpa saling mengetahui, tanpa kepastian kapan akan berjumpa lagi. Inilah perpisahan yang mengguncang kehidupan.
Lain cerita bila Adan dan Hawa diturunkan di tempat yang sama, meskipun sedih tapi ada kekasih tempat mencurahkan perasaan, saling menghibur, memotivasi, dan mengasihi. Menjalani kehidupan yang susah, terjal, dan berliku tapi bersama kekasih hati, tentu lebih melegakan ketimbang sendirian.
Sungguh Allah penuh kasih, mengerti betul kegelisahan hati Adam dan Hawa, dengan kasih sayang Allah jumpakan mereka di Jabal Rahmah. Ada hati yang terpaut, jiwa yang merekah, dan bahagia yang membuncah dalam pertemuan yang mengharu biru ini.
Setiap pertemuan, ada perpisahan. Ini niscaya, mau tidak mau, suka tidak suka. Tak bisa ditawar dengan dalih apapun juga. Perpisahan itu pasti terjadi. Yang membedakan adalah dimensinya, perpisahan sementara atau selamanya.
.
Dalam kondisi tertentu, perpisahan itu artinya kehilangan. Kehilangan pasangan misalnya. Putus cinta, cerai, atau meninggal dunia. Artinya sesuatu yang melekat dalam diri hilang dari kehidupan. Kehilangan artinya terenggut. Terenggut artinya hampa. Hampa artinya sunyi, sepi, dan merasa sendiri meskipun hidup di tengah keramaian.
.
Ketika cinta dihadapkan pada perpisahan, di sana ada guncangan, kesedihan yang menyiksa, hati yang muram durja, masa depan terasa suram, nestapa, dan derai air mata. Hidup seolah tak lagi berarti tanpa kekasih belahan hati.
.
Perpisahan karena cinta acapkali mengguncang jiwa. Bagi orang yang kurang vitamin rukhiyah, kehilangan pasangan bisa mengganggu akal dan pikirannya. Sehingga tak aneh bila kita mendengar ada orang gila karena kehilangan cinta.
.
Sejarah pun mencatat kisah perpisahan yang mengris hati, mengguncang jiwa, dan melelehkan air mata. Seolah-olah melangkah tanpa arah dan bicara tanpa makna. Bila bukan iman yang menguatkan hati, tentu lebih memilih mati ketimbang hidup tanpa arti.
.
Perpisahan Adam dan Hawa saat diturunkan ke bumi adalah kisah yang memilukan. Allah menurunkan mereka dari Surga ke Bumi di tempat yang berbeda dan berjauhan. Tanpa saling mengetahui, tanpa kepastian kapan akan berjumpa lagi. Inilah perpisahan yang mengguncang kehidupan.
.
Lain cerita bila Adan dan Hawa diturunkan di tempat yang sama, meskipun sedih tapi ada kekasih tempat mencurahkan perasaan, saling menghibur, memotivasi, dan mengasihi. Menjalani kehidupan yang susah, terjal, dan berliku tapi bersama kekasih hati, tentu lebih melegakan ketimbang sendirian.
.
Sungguh Allah penuh kasih, mengerti betul kegelisahan hati Adam dan Hawa, dengan kasih sayang Allah jumpakan mereka di Jabal Rahmah. Ada hati yang terpaut, jiwa yang merekah, dan bahagia yang membuncah dalam pertemuan yang mengharu biru ini.
.
Pertemuan Adam dan Hawa setelah perpisahan adalah luapan cinta penuh kerinduan yang dikenang milyaran manusia hingga hari ini.
.
Perpisahan itu mengoyak sanubari, mengguncang jiwa, dan mengris hati. Roman cinta Qais dan Laila, Zaiunuddin dan Hayati, atau Romeo dan Juliet pun mampu menguras air mata pembacanya. Sejarah cinta Abdurrahman bin Abu Bakar dan Atikah tak kalah memesona.
.
Kanjeng Nabi Muhmammad Saw pun merasakan kisah perpisahan yang amat memilukan. Perpisahan dengan Khadijah istri tercinta, juga Abu Thalib yang amat dikasihinya. Perpisahan yang amatlah mengguncang jiwa ini disebut sebagai ‘Amul Huzni atau tahun duka cita.
.
Paling tidak, ada dua makna perpisahan dalam kehidupan kita.
.
Pertama, sebagai ujian. Syaratnya adalah iman, semoga perpisahan dengan orang-orang tercinta dipertemukan kembali di Surga.
.
Kedua, sebagai azab. Bersebab tanpa iman, meskipun di dunia ini berjanji saling mencintai, tapi di akhirat saling menyalahkan.
.
Maka, sikapi perpisahan dengan orang-orang tercinta dengan iman. Sehingga perpisahan di dunia ini hanyalah sementara, karena kelak di Surga kita bersama. Allahumma amin.
Perpisahan itu mengoyak sanubari, mengguncang jiwa, dan mengris hati. Roman cinta Qais dan Laila, Zaiunuddin dan Hayati, atau Romeo dan Juliet pun mampu menguras air mata pembacanya. Sejarah cinta Abdurrahman bin Abu Bakar dan Atikah tak kalah memesona.
Kanjeng Nabi Muhmammad Saw pun merasakan kisah perpisahan yang amat memilukan. Perpisahan dengan Khadijah istri tercinta, juga Abu Thalib yang amat dikasihinya. Perpisahan yang amatlah mengguncang jiwa ini disebut sebagai ‘Amul Huzni atau tahun duka cita.
Paling tidak, ada dua makna perpisahan dalam kehidupan kita.
BACA JUGA: Menyikapi Sebuah Perpisahan
Pertama, sebagai ujian. Syaratnya adalah iman, semoga perpisahan dengan orang-orang tercinta dipertemukan kembali di Surga.
Kedua, sebagai azab. Bersebab tanpa iman, meskipun di dunia ini berjanji saling mencintai, tapi di akhirat saling menyalahkan.
Maka, sikapi perpisahan dengan orang-orang tercinta dengan iman. Sehingga perpisahan di dunia ini hanyalah sementara, karena kelak di Surga kita bersama. Allahumma amin. []