SATU kali si Kabayan—tokoh degil (tapi cerdik?) dari tanah Sunda—ditanya, “Kabayan, silaing kenapa nanam padi?”. Silaing itu kamu dalam bahasa Sunda. Ditanya begitu, Kabyan menjawab, “Supaya punya padi lah!”.
“Kalau sudah punya padi?”
“Ya digiling. Diolah jadi beras dan jadi nasi. Buat makan…”
“Lah emangnya kenapa musti makan?”
“Ya supaya bisa nanam padi lagi…..”
KALAU saja kita bersedia sedikit menghitung waktu tidur, mungkin kita akan sangat terkejut dan mulai berpikir ulang tentang aktivitas pasif memejamkan mata ini. Ambilah, dalam sehari kita kita hanya menyisakan waktu sekitar enam jam untuk tidur di malam hari. Dan kemudian meminta satu jam saja di siang harinya.
Jika dijumlah, seminggu kita tidur minimal 49 jam, sebulan 196, dan setahun 2,555 jam! Seandainya jatah umur kita dipatok—paling banter umat Muhammad—sampai 60 tahun, maka jumlah keseluruhan tidur kita dengan rata-rata seperti perhitungan kasar di atas, bisa mencapai 153.000 jam! Jumlah ini adalah sepertiga lebih dari jumlah jatah hidup kita di dunia ini yang kira-kira mencapai sekitar 525.600 jam—kalau sampai 60 tahun itu juga!
Itu cuma hitung-hitungan matematis yang dalam kenyataannya bisa aja berubah dan tidak sinkron dengan apa yang kita harapkan atau kita alami. Salah satu esensi penciptaan manusia ke dunia adalah untuk jadi agent of change (generasi pengubah). Si agen pengubah ini, nah, yang senantiasa memberikan aura dan mobilisasi warna pada lingkungannya. Jadi, maka renungkanlah jika ternyata begitu banyak waktu kita yang dipakai hanya untuk tidur saja?
Tidur, sama sekali tidak dilarang. Bahkan menjadi salah satu aktivitas wajib yang diberhakkan atas tubuh kita. Yang mesti kita perhatikan adalah porsinya. Imam Hasan Al Bana—salah seorang ulama besar internasional—pada waktu hidupnya suatu kali mengatakan bahwa sesungguhnya kewajiban kita lebih banyak daripada yang waktu kita miliki.
Maka alangkah ruginya kalau kita menyia-nyiakan waktu yang dititipkan kepada kita. Coba kita ber-mutabaah (evaluasi). Sudahkah kita hafal juz 30 saja dari Al-Quran? Kalau dibandingkan dengan Imam Bukhari yang sudah khattam Al-Quran ketika umur 9 tahun, kita pasti malu.
Dan, lantas bagaimana dengan aktivitas 17 jam lainnya dalam satu hari kita? Bermanfaat dan punya artikah mereka?
Sebenarnya, tidak akan jadi masalah kita tidur dalam satu hari mencapai (bahkan) 12 jam sekalipun. Dengan satu syarat 12 jam lainnya kita gunakan benar-benar bermanfaat dan bernilai ibadah. Ironisnya, selain tidur kita lama, dan hampir menyita sebagian waktu kita, sisa jam lainnya yag tesisa sering kali tidak kita dedikasikan kepada Allah SWT. Hanya sekadar bengong, memandangi televisi, mendengarkan musik, atau habis di jalanan setelah bekerja?
Kalau memang kita sama sekali tidak bisa mengatur manajemen diri kita—termasuk tidur, jangan-jangan kita sama saja dengan si Kabayan yang hidup semata-mata untuk selamat belaka. Wallahualam. []