Pada hakikatnya, was was adalah penyakit berbahaya, ia termasuk tipu daya setan kepada anak manusia, ia ingin menyempitkan, menyesatkan, dan menyibukkan mereka dari berbuat taat kepada Rabb mereka.
Karena alasan inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya agar berlindung dari waswas ini dan menurunkan satu surat lengkap tentang hal itu, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari jin dan manusia’.” (QS. An-Nas: 1-6)
Setan mempunyai (kemampuan melakukan) waswas kepada anak cucu Adam, dan hal itu sangat kuat dalam diri orang-orang yang beriman. Namun (hal ini bisa) diobati dengan dua perkara;
1.Sesungguhnya seorang mukmin jangan/tidak memperdulikan kepada waswas ini, bahkan menolaknya secara sempurna, karena ia adalah setan dan (yang demikian) tidak membahayakannya.
2.Dia menyibukkan diri berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena seorang mukmin apabila sibuk berdzikir kepada Allah, niscaya setan menjauh darinya. Karena inilah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Setan yang biasa bersembunyi” maksudnya ia membisikkan kejahatan kepada hamba di saat seorang hamba lupa dari berdzikir kepada Rabb-nya, dan karena alasan inilah, Dia menggambarkan bahwa dia adalah setan yang bersembunyi.
Dan saya nasihatkan kepada penanya dan orang-orang yang mengalami hal yang serupa, agar melakukan dua perkara berikut ini, yaitu:
Pertama, tidak memperdulikan waswas (bisikan kejahatan) ini, dan tidak terpengaruh olehnya. Waswas tersebut pun akan hilang dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena manusia apabila memberikan perhatian kepadanya, niscaya waswas tersebut akan bertambah dan setan bisa menguasainya.
Kedua, memperbanyak dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, membaca Alquran, berlindung kepada Allah, membaca ayat Kursi, mu’awwidzatain (Al Falaq dan An Nas) dan mengulangi semua itu. Dan dengan ini, waswas tersebut akan menghilang dengan izin Allah. wallahua’lam.[]
(Fatawa Nur ‘ala ad-Darb, al-Fauzan, Jilid:III Hal. 33).