LALU ia menaiki keledainya dan bertolak menuju tempat asalnya. Setibanya di sana, kaumnya tidak mengenalinya dan ia pun tidak mengenali kaumnya. Ia juga tidak mengnali rumah-rumah tempat asalnya. Maka barulah ia dengan penuh perasaan gamang dan bimbang.
Sampai akhirnya ia tiba di rumahnya dan bertemu dengan seorang wanita tua buta dan lumpuh. Wanita itu telah berusia seratus dua puluh tahun. Wanita itu dulunya seorang budak. Ketika Uzair pergi meninggalkan kaumnya seratus tahu yang lalu, budak itu masih berusia dua puluh tahun, ia mengnali dan memahami Uzair dengan baik.
Lalu Uzair pun menghampiri dan menyapanya, “hai wanita tua apakah ini temapt tinggal Uzair?”
Wanita itu menjawab, “ya!” lalu ia menagis dan berkata, “tak seorang pun kulihat sejak sekian lama menyebut Uzair. Semua orang telah melupakannya!”
BACA JUGA: Apa Itu Kisah Israiliyat?
Uzair berkata, “sungguh sayalah Uzair!” wanita itu berpekik maha Suci Allah! Kami telah kehilangan Uzair seratus tahu lamanya. Namanya tidak pernah lagi disebut-sebut!”
Wanita itu berkata, “Uzair adalah seorang yang selalu dikabulkan do’anya. Ia terbiasa mendokan orang yang sakit dan cacat, supaya disembuhkan dan normal kembali. Maka berdo’alah kamu kepada Allah agar Ia mengembalikan kembali penglihatannku, dan aku dapat melihatmu. Jika engkau memang benar-benar Uzair, aku pasti mengenalimu.”
Maka Uzair pun berdo’a kepada Tuhannya, kemudian mengusap mata wanita itu dengan telapak tangannya. Lalu wanita itu mengedip-ngedipkan dan dapat melihat. Uzair pun memegangi tangan wanita itu dan membimbingnya sambil berkata, “bangunlah dengan izin Allah!” maka Allah menyembuhkan kelumpuhan kakinya. Wanita itpun dapat berdiri normal, seakan-akan ia terbebas dari belenggu.
Kemudian wanita itu memperhatikan Uzair dan berkata setengah terpekik, “aku menjadi saksi bahwa engkau benar-benar Uzair!” Lalu bergegaslah wanita itu ketempat berkumpulnya Bani Isarail. Ketika itu mereka sedang mengadakan pertemuan. Salah seorang dari mereka adalah putera Uzair. Ia kini berusia seratus delapan belas tahun. Disekelilingnya adalah cucu-cucu Uzair yang telah tua pula usianya.
Wanita itu berkata kepada mereka dengan suara lantang, “ini adalah Uzair! Ia telah datang kepada kalian!” namun mereka mendustakannya. Wanita itu berkata lagi “aku ini budak akalian! Si fulanah! Uzair telah berdo’a kepada Tuhannya untukku, lalu Tuhan berkenan mengembalikan penglihatannku dan memulihkan kakiku. Ia mengaku bahwa Allah telah mewafatkannya selama seratus tahun, kemudian dihidupkan kembali.
Maka bangkitlah semua orang yang hadir dalam pertemuan itu, lalu menhampirin Uzair. Putranya memandanginya seraya berkata, “ayahku memiliki tanda hitam di antara kedua pundaknya. “Lalu Uzair menyingkap pakaian yang menutupi pundaknya, nayatalah bahwa ia memang Uzair.
Lalu bani israel berkata, tak seorangpun di antara kalian yang hafal kitab Taurat selain Uzair, padahal kitab itu telah dibakar oleh Bactanashir. Tidak tersisa sedikit pun kecuali apa yang engkau perintahkan orang-orang untuk menghafalnya, maka tulislah kemabali Taurat untuk kami!”
Konon, dulu ayah Uzair bernama Surucha, telah mengubur kitab Taurat ketika terjadi pernyerbuan Bactanashir di tempat yang tidak diketahui seorang pun kecuali Uzair. Maka bertolaklah Uzair ketempat tersebut, menggalinya dan mengeluarkan kitab Taurat itu. Kitab Taurat tersebut halamannya telah usang dan rusak, tulisannya pun telah rusak dan pudar.
Kemudian ia pun duduk di bawah naungan pohon, sedang bani israil berada di sekelilingnya, lalu diperbaharuinya kitab Taurat tersebut untuk mereka. Pada saat itu turunlah duan buah pijar benda langit sampai memasuki rongga mulutnya. seketika ia ingat kembali isi kitab Taurat. Maka ia dapat menuliskannya kembali kitab Taurat untuk bani Israil.
Karena itulah kaum yahudi mengatakan, “Uzair putra Allah!” sebagai ungkapan ketakjuban mereka setelah melihat keajaiban jatuhnya dua buah benda pijar langit tadi, juga diperbaharuinya kembali kitab Taurat dan kembalinya Uzair kepada mereka, untuk mengurusi persoalan bani israil. Konon, Uzair memperbaharui kembali kitab tersebut di daerah yang bernama as-Sawad, di biara Hizkil. Sementara itu, negeri tempat ia wafat bernama Sabir Abad.
BACA JUGA: Disebut dalam Al-Quran, Siapakah Uzair?
Israiliyyat dalam kisah ini menurut Imam Jabir ath-Thabari, kita sama sekali tidak mengetahui nama laki-laki tersebut. Bisa jadi namanya Uzair atau Urmiya, namun kita sama sekali tidak perlu mengetahui nama itu.
Karena maksud ayat tersebut bukanlah memberikan definisi tentang apa yang diciptakan Allah dalam kisah tersebut, melainkan memberikan pemahaman kondisi orang-orang yang mengingkari kekuasaan Allah swt untuk menghidupkan kemabali ciptaan yang telah mati, mengembalikan mereka kepada bentuk semula setelah binasa, dan hanya ditangan Allah lah hidup matinya manusia.
Baik dari kalangan Quraisy maupun bangsa Arab yang telah mendustakannya, juga memberikan penegasan argumentasi tentang hal itu terhadap orang-orang yang tinggal di antara dua temapt hijrah Rasul saw. Mulai dari daerah Buhudi bani Isarail.
Seandainya turunnya ayat tentang kisah tersebut bertujuan memberikan kabar tentang nama laki-lakin tersebut, tentu akan tercantum nash yang jelas di dalamnya, yang tidak menimbulkan keraguan. Namun, pada kenyataannya, ayat tersebut hanya bermaksud mengkritik ungkapan yang keluar dari mulut laki-laki itu. Karena itulah Allah menyebutkan kisah ini dalam al-Qur’an. []
HABIS | SUMBER: SYAKIRMAN BLOGSPOT