DEWASA ini Indonesia tengah ramai dengan berbagai kasus yang cukup menggemparkan tanah air. Pasalnya, banyak kasus yang merugikan banyak pihak, namun
sang pelaku keonaran tidak dihukum dengan semestinya. Lantas ada apa dengan negeri ini? Mengapa pula sang hakim bisa memberikan hukuman yang begitu ringan kepada mereka pelaku kejahatan yang tak termaafkan itu?
Empat belas abad yang lalu, baginda Nabi telah membahas ketidak adilan yang akan dilakukan para hakim saat ini. Hadits ini sudah tidak asing lagi di telinga kita.
Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga golongan hakim dua dari padanya akan masuk neraka dan yang satu akan masuk surga, ialah hakim yang mengetahui mana yang benar dan lalu ia memutuskan hukuman dengannya, maka ia akan masuk surga, hakim yang mengetahui mana yang bernar,tetapi ia tidak menjatuhkan hukuman itu atas dasar kebenaran itu, maka ia akan masuk neraka, dan hakim yang tidak mengetahui mana yang benar, lalu ia menjatuhkan hukuman atas dasar tidak tahun ya itu, maka ia akan masuk neraka pula,” (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Dikutip dari Republika, hakim yang benar dan jujur-berdasarkan hadis di atas-hanya sepertiga, sedangkan dua pertiga sisanya adalah hakim-hakim yang korup dan culas. Hadis ini, menurut pakar hadis, al-Munawi, merupakan teguran dan peringatan bagi para hakim agar mereka menjaga kejujuran dan integritas yang tinggi. Hadis ini, lanjut al-Munawi, berbicara pada tataran realitas (bi hasb al-wujud) dan bukan berdasarkan idealitas-formal (la bi hasb al-hukm).
BACA JUGA:
Dulu Anti Terhadap Masjid, Sekarang Mantan Politisi Swiss Ini Rajin Ke Masjid
Majelis Hakim Tangguhkan Pembacaan Tuntutan Kasus Penistaan Agama
Dalam Al-Quran, para penguasa dan semua aparat penegak hukum, termasuk para hakim, dipatok untuk memiliki dua sifat dasar, yaitu adil dan amanah. Tanpa dua sifat ini, para aparat penegak hukum sulit tidak terjebak pada kejahatan dan praktik mafia hukum.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil,” (QS Al-Nisa’ [4]: 58).
Ayat ini, menurut ulama besar dunia, Yusuf al-Qaradhawi, sangat penting dan secara khusus ditujukan kepada para penguasa. Adil dalam ayat ini berarti memahami kebenaran (hukum-hukum Allah) dan menetapkan perkara atas dasar kebenaran itu dengan jujur, adil, dan tanpa pandang bulu. Sedangkan amanat bermakna, antara lain, bertanggung jawab, memegang teguh sumpah jabatan, profesional, serta menjunjung tinggi kemuliaan hakim dan lembaga peradilan. []