PALESTINA—Sudah menjadi tradisi, warga Jalur Gaza menyambut Ramadhan dengan berbagai kesulitan dan krisis. Bahkan tahun ini krisis semakin bertambah hingga pada tahap paling berbahaya dan mengancam nyawa warga yang sakit, anak-anak dan wanita.
Mengutip laporan PIC, berbagai krisis tengah dialami warga Gaza, mulai dari krisis blokade, penutupan perlintasan, larangan masuknya bahan makanan, larangan umroh serta krisis obat-obatan, krisis pengangguran, krisis buruh dan lulusan akademisi, dan lainnya, namun ada krisis paling mendasar dan menentukan dalam kehidupan warga Palestina terutama krisis air, listrik dan pemotongan gaji.
Krisis Air
Berdasarkan laporan dinas air di Jalur Gaza, kondisi air di wilayah Palestina dalam bahaya. Sejumlah laporan lembaga internasional dan lokal selama beberapa tahun terakhir menunjukkan, Jalur Gaza mengalami kekurangan tajam persediaan air baik secara kualitas dan kuantitasnya.
Untuk air minum, Jalur Gaza mengalami pengurangan tajam dan tingkat keasinan air karena limbah air laut sangat tinggi. Jalur Gaza membutuhkan air setiap tahunnya dari 200-220 juta meter kubik.
Jalur Gaza mengandalkan pasokan air tanah sebagai sumber utama yang menggunakan mesin pompa yang mengandalkan listrik. Warga Jalur Gaza mengeluhkan tidak ada pasokan listrik di waktu siang hari.
Krisis Listrik
Lebih dari 40 hari berturut-turut otoritas energi di Gaza mengumumkan pembangkit listrik berhenti beroperasi akibat habisnya stok bahan bakar yang diberikan oleh Qatar dan Turki. Di tengah ngototnya pemerintah Palestina di Ramallah menerapkan pajak khusus bahan bakar untuk operasional.
Semantara jalur listrik dari Israel dan Mesir juga dihentikan sehingga listrik di Jalur Gaza makin buruk. Padahal belum ada solusi bagi krisis tersebut.
Para pengamat mengatakan bahwa ini adalah kali pertama krisis listrik atau berhenti beroperasinya pembangkit listrik dalam waktu lama dan berlangsung hingga berbulan-bulan.
Aliran listrik masuk ke rumah warga Jalur Gaza kini paling lama 3-4 jam. Ini artinya, bulan Ramadhan mendatang akan berlangsung di tengah situasi hidup yang sulit.
Pemotongan Gaji
Langkah utama Abbas adalah mengurangi gaji 39-50 persen pegawai otoritas Palestina di Jalur Gaza yang sebagian besar mereka berafiliasi kepada Fatah. Ini akan berdampak kepada kehidupan politik, ekonomi dan sosial.
Krisis gaji dan pengurangannya ini terjadi setelah gagalnya usaha mewujdukan rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas. Dimana Tim Pengelola Pemerintah yang bekerja di Gaza mencairkan 50 persen gaji pegawai di Jalur Gaza sejak lebih dari tiga tahun.
Kondisi sulit pegawai pemerintah secara umum akan berimbas kepada realita ekonomi dan perbankan di Jalur Gaza terutama dalam hal daya beli di pasar dengan tingkat besar. []