MOMENTUM puncak dalam lembaran sejarah dakwah Rasulullah, terjadi tahun 622 M, dimana Nabi Muhammad SAW hijrah dari Kota Mekah ke sebuah kita baru yang berjarak sekitar 200 mil di utara Mekkah, yakni di Kota Madinah.
Peristiwa ini merupakan babak baru berkembangnya Islam yang tidak saja di semenanjung Arabia, tetapi sampai keseatero dunia. Pesatnya perkembangan dakwah Islam saat itu, tentu tak bisa dipisahkan dari dukungan dan semangat pantang menyerah dari orang-orang terdekat Rasulullah, yakni para sahabat setianya, dan kaum muslimin baik dikalangan Ansar maupun Muhajirin.
Bersama para sahabat setia, yang berintegritas tinggi dan loyalitas yang tidak diragukan lagi, mereka bahu membahu secara total membantu misi dakwah Rasulullah, dengan berbagai metode pendekatan yang humanis, penuh keteladanan, sehingga membuat para tokoh-tokoh senior dari kaum kafir Quraisy yang selalu menentang keras dakwahnya, pun satu per satu ‘takluk dan mati langkah’ dan perlahan-lahan mulai ditinggal oleh kaumnya.
Ada satu hal penting dari keberhasilan dakwah Rasulullah saat itu, bahwa pola dan strategi perjuangan yang dilakukan rasul selalu mengedepankan keteladanan, kecerdasan mengatur strategi, metode pendekatan yang humanis, sikap hidup yang sederhana, namun tetap tegas ketika memutuskan sesuatu.
Dan patutlah dijadikan sebagai sebuah rujukan bagi siapapun, bahwa satu hal besar yang beliau lakukan adalah mereformasi “mafaahim” (pemahaman) masyarakat jahiliyah saat itu. Artinya jika ingin mengubah suatu keadaan, harus dilakukan dulu perubahan “mafaahim”.
Untuk membawa masyarakat jahiliyah menuju masyarakat Islamiah, pemahaman jahiliyah yang menjadikan berhala sebagai media pemujaan, maka apapun yang terkait dengan pemikiran, perasaan, dan sistem atau pranata yang menjadi filisofi hidup mereka, secara perlahan diubah dan diganti dengan pemahaman yang berlandaskan tauhid.
Konsep syar’i yang diajarkan Rasulullah itu, juga menjadi spirit moral dan rohnya perjuangan para sahabat beliau yang kelak sepeninggal Nabi Muhammad SAW, secara bergantian diamanahi kaum muslimin menjadi khalifah (pemimpin umat). Salah satu diantara nya adalah Umar bin Khatab ra, di samping keberaniannya, dia juga terkenal dengan kecerdasannya.
Sebelum masuk Islam, Umar adalah sosok pribadi yang keras dan sangat ditakuti terutama dalam masyarakat kaum Quraisy. Sebagaimana dinukilkan dalam Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Ibnu Ishaq – Ibnu Hisyam, seorang sahabat Khabbab bin Al-Arat yang saat itu ada dirumah Fatimah, ketika bertemu dengan Umar Bin Khattab. Tatkala itu Umar marah besar kepada saudara perempuannya Fatimah binti Khatab dan suaminya Sa’id bin Zaid bin Amr bin Naufil, karena mengetahui keduanya telah sama-sama memeluk Islam tanpa sepengetahuan Umar bin Khattab.
Setelah sejenak kemarahan Umar Bin Khattab mereda, Khabbab bin Al-Arat berkata, “Wahai Umar, demi Allah aku berharap kiranya Allah menjadikanmu sebagai orang yang didoakan Nabi-Nya, karena kemarin aku mendengar beliau bersabda: “Ya Allah, kuatkanlah Islam ini dengan Abu Al-Hakam bin Hisyam atau dengan Umar bin Khattab.”
Saat itulah Umar berkata,”Wahai Khabab, ada dimana Muhammad kini berada agar aku bisa menemuinya lalu aku masuk Islam”. Begitulah Umar bin Khattab, setelah menyatakan keimanannya kepada Rasulullah, sosok yang mempunyai harga diri yang tinggi dan anti penghinaan ini menjadi pilar perjuangan dakwah Rasulullah. Sahabat-sahabat Rasulullah SAW terlindungi dengan masuknya Umar bin Khattab dan Hamzah bin Abdul Muthalib (dua tokoh muda Quraisy yang sangat pemberani), hingga membuat orang-orang Quraisy tidak lagi berani menyiksa mereka.
Di samping sangat pemberani, dalam masalah ilmu Umar juga sangat mumpuni. Suatu riwayat yang disampaikan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, “Seandainya ilmu Umar Bin Khattab ra diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar Bin Khattab ra. lebih berat dibandingkan ilmu mereka.”
Dalam sejarah tercatat Umar Bin Khattab ra. melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus diseluruh wilayah kekuasaan Islam. Tercatat tahun 638 M, khalifah Umar Bin Khattab ra. memerintahkan untuk merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah.
Ia juga memulai proses kodefikasi hukum Islam, menelurkan konsep menghimpun Al-Qur’an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun Hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum khamr (minuman keras), mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai, dan berbagai kebijakan lainnya yang menjadikan kekhalifahan Islam sangat kuat.
Dan semua itu, ternyata dalam sikap dan keperibadiannya tidak membuat sang Khalifah tinggi hati, justru beliau terkenal sebagai seorang pemimpin yang zuhud lagi wara, sikap sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saat memimpin perjuangan dakwah dikala masih hidup bersama-sama Umar dan sahabat yang lain.
Tidak diragukan lagi, bahwa Umar Bin Khattab ra. adalah sosok khalifah yang arif, bijaksana, dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Beliau rela keluarganya hidup dalam kesederhanaan, dan serba berkekurangan, demi menjaga trust (kepercayaan) publik terhadap para pemimpin umat saat itu. Dengan keteladanan itulah, para khalifah membawa perubahan dan kemajuan dalam semua sisi kehidupan. []
*Referensi: – Sirah Nabawiah ‘Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah’ :IBNU ISHAQ, Akbar Media 2012. Jakarta
– Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an: Dr. Ahzami Zamiun Jazuli. Gema Insani. 2006. Jakarta.
_________
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak 2 halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.