RASULULLAH SAW bersabda yang bermaksud: “Semoga Allah memberikan rahmat kepada orang yang berusaha dengan cara yang baik, berbelanja dengan sederhana dan menabung (setelah memberi nafkah) untuk saat-saat dia Perlukannya nanti,” (Hadits Muttafaqun ‘Alaih)
Berdasarkan hadis di atas terdapat 3 pengajaran penting yang dinyatakan oleh Nabi SAW untuk kita amalkan yaitu:
Pertama: Berusaha dengan sungguh-sungguh
Allah SWT akan memberi rahmat-Nya kepada setiap kepala keluarga yang berusaha bersungguh-sungguh mencari nafkah untuk menyara ahli keluarganya dengan melaksanakan pekerjaan yang halal dan bekerja dengan amanah dan bertanggungjawab.
Nabi SAW bersabda yang bermaksud :”Tidak ada makanan yang dimakan seseorang yang lebih baik dari makanan yang merupakan usaha tangannya sendiri, karena Nabi Daud, makan dari hasil usaha tangannya sendiri,”(HR. Bukhari dalam Shahihnya (2072) dan Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 8/ 62.)
BACA JUGA: Sistem Perekonomian dalam Masyarakat Islam
Allah SWT tidak melarang para hamba-Nya berusaha, bahkan Allah mencintai segala bentuk usaha asalkan sesuai dengan kaedah dan prinsip agama, maka tidak ada alasan untuk mencela jalan-jalan usaha yang halal, tetapi yang tercela adalah usaha yang haram atau melalaikan ibadah kepada Allah SWT.
Bahkan Allah SWT akan memberi ampunan kepada orang yang kepenatan karena mencari nafkah dan gigih bekerja sebagaimana sabda Nabi SAW yang bermaksud : “Barangsiapa yang bermalam badannya lelah karena pekerjaannya, maka bermalam dalam keadaan terampuni dosanya. ( LIhat fathul Bari, 4/353.6.)
Seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Abdurrahman bin Auf r.a ketika datang di Madinah dengan tangan kosong dan mengalami kehidupan yang serba susah, karena baru saja berhijrah, beliau telah meninggalkan seluruh hartanya di Makkah.
Pada keadaan seperti itu beliau mendapat tawaran dan bantuan dari sahabat Ansar tetapi beliau menolaknya dengan mengatakan, “Tunjukkan kepadaku di mana pasar Madinah”. Dalam waktu yang tidak begitu lama beliau sudah mampu hidup berdikari dan dapat mendirikan rumahtangga dari hasil usahanya sendiri.
Kesibukan para utusan Allah SWT dan para ulama salaf, dalam mencari ilmu dan berdakwah tidak melalaikan mereka mencari rezeki yang halal untuk memberi nafkah kepada keluarganya.
Maka, kita perlulah mencontohi mereka, kerana kesibukannya dalam berusaha mencari nafkah tidak melalaikannya menuntut ilmu begitu juga kesibukannya menuntut ilmu tidak melalaikannya mencari nafkah.
Oleh itu sifat orang mukmin akan berusaha bersungguh-sungguh untuk mencari rezeki, tetapi pada masa yang sama tidak melalaikannya daripada kewajipan beribadah dan berjihad dijalan Allah SWT.
Bekerja semata-mata tanpa mempunyai matlamat yang jelas iaitu harta yang dimiliki apabila tidak di infak di jalan Allah akan menyebabkan seseorang hanya mementingkan dunia semata-mata.
BACA JUGA: Prinsip Dasar dan Pokok dalam Ekonomi Islam
Kedua: Berberbelanja dengan sederhana
Dalam menjalani bahtera kehidupan, Islam memberi garis panduan yang cukup sempurna bagi manusia mencapai puncak kesejahteraan.
Hidup menurut ukuran Islam ialah menikmati kesejahteraan di dunia dan di akhirat nanti. Demi merealisasikan harapan yang murni itu, setiap orang Islam haruslah mengamalkan sifat kesederhanaan dalam segenap segi kehidupannya.
Sifat ini dipraktikkan Nabi Muhammad SAW dan juga sahabat baginda, sehingga mereka muncul di permukaan sebagai insan yang sewajarnya diteladani, yang cemerlang dan dirahmati Allah.
Kalau kita menyusuri perjalanan hidup Rasulullah, sejak kecil sehinggalah saat wafatnya, ternyata Baginda tidak pernah mengecapi hidup mewah.
Dalam segenap sudut kehidupan baginda, sama ada cara berpakaian, perhiasan, dalam soal makanan dan sebagainya, berada di paksi kesederhanaan. Padahal baginda memang mampu untuk hidup bermewah. Namun keimanan yang jitu di dada baginda justeru mengalahkan segala-galanya.
Sesungguhnya sifat ini adalah pakaian peribadi orang yang beriman sebagaimana sabda Nabi SAW yang bermaksud:
“Tidakkah kalian mendengar? Tidakkah kalian mendengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu sebahagian daripada iman!” (HR. Abu Daud)
Suasana sekarang, kenaikan harga barang keperluan harian yang sepertinya tidak terbendung mampu meletakkan masyarakat dalam kerisauan. Apa lagi bagi golongan berpendapatan rendah.
Namun kemelut ini boleh dihadapi dengan lapang dada sekiranya ada kesedaran orang Islam mengambil kebijaksanaan bagaimana mengurus kewangan agar supaya dapat menepati konsep kesederhanaan.
Yaitu berjimat cermat, dan hanya membeli barang yang diperlukan saja (tidak mengikut kehendak hawa nafsu yang merosakkan), serta yang paling utama ialah tindakan yang diambil menepati jalan Allah.
Menyadari betapa buruknya akibat boros dan berlebihan, maka orang Islam hendaklah berada di tengah-tengahnya yaitu bersederhana sebagaimana disuruh oleh syara’.
Allah berfirman maksudnya : “Dan mereka yang apabila membelanjakan harta mereka tidak melampaui batas (tidak boros) dan tidak pula bakhil, tetapi (sebaliknya perbelanjaan mereka dalam keadaan betul dan sederhana antara kedua-dua cara (boros dan kedekut)” (QS. al-Furqan: 67)
BACA JUGA: Kembali pada Allah SWT, Cara Terbaik Perbaiki Masalah Ekonomi
Islam dengan tegas menegah seseorang membeli barang melebihi keperluan hidup atau berbelanja mengatasi jarum penunjuk pendapatan, lantaran akibatnya akan menimbulkan pembaziran yang dibenci Allah.
Jika berbelanja melampaui batas untuk tujuan bermegah-megah, sehingga berlaku pembaziran hanya saja akan menggambarkan tingkah laku orang yang tidak tahu bersyukur dengan nikmat Allah.
Sesungguhnya membazir itu adalah amalan syaitan sebagaimana keterangan daripada ayat yang bermaksud:
“Dan jangan membelanjakan hartamu dengan boros yang melampau-lampau. Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara syaitan, sedangkan syaitan itu pula adalah makhluk yang sangat kufur kepada Tuhannya,” (QS. al-Isra’: 26 – 27)
Orang boros sebenarnya tidak tahu untuk merancang, tidak ada wawasan, tidak gerun dengan masa depannya yang bakal hadir nanti terbiar begitu saja.
Akhirnya ditimpa penyakit miskin dan muflis, sebagai modal untuk menjadi orang yang suka berhutang, meminta-minta dan pada pandangan masyarakat pula jelas menjadi hina dan tidak dihormati.
Oleh karena itu, akan jadi orang yang dibelenggu seribu masalah dan jiwa pun tidak mungkin disentuh ketenangan lagi. Oleh itu berhati-hatilah dalam kita membelanjakan setiap sen harta yang kita miliki dan pastikan harta yang digunakan dalam perkara-perkara yang bermanfaat saja.
Ketiga: Menabung
Kita perlu merancang dan menabung uang lebih kita setelah kita gunakan untuk nafkah keluarga karena ia merupakan sunnah atau jalan para rasul.
Sebagai contoh, kisah Nabi Yusuf a.s. memberikan kita pengajaran yang jelas betapa pentingnya perancangan untuk masa depan.
Kisah Nabi Yusuf a.s membuat perancangan untuk Kerajaan Mesir yang menghadapi suasana krisis ekonomi akibat kemarau panjang selama tujuh tahun patut diteladani dan dicontohi. Hal ini kerana al-Quran tidak akan menceritakan kisah ini hanya untuk bacaan.
Nabi Yusuf a.s. pandai mentafsir mimpi menunjukkan anugerah Allah kepadan-Nya. Kepandaian Nabi Yusuf a.s dalam mentafsir mimpi diketahui Raja Mesir dan dia dipanggil mengadap untuk tujuan itu. Ceritanya diterangkan di dalam al-Quran: Surah Yusuf: Ayat 43 – 49.
Ketahuilah dalam ayat ini Allah mengambarkan contoh usaha manusia membentuk tabungan untuk menghadap kemungkinan yang buruk di masa akan datang.
BACA JUGA: Inilah 5 Prinsip Ekonomi yang Diajarkan Nabi
Secara ringkasnya ayat ini bercerita tentang pertanyaan Raja Mesir tentang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Di mana Raja Mesir telah bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah.
Nabi Yusuf a.s dalam hal ini menjawab supaya mereka bercucuk tanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebahagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang telah mereka simpan untuk menghadapi masa sulit tersebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan.
Perancangan penggunaan kewangan untuk menghadapi risiko yang mendatang amat perlu dilakukan. Oleh itu perlulah kita mengambil pengajaran daripada kisah Nabi Yusuf a.s. untuk menyediakan tabungung wang atau harta yang berlebihan untuk kemaslahatan dan masa depan kita dan ahli keluarga.
Marilah sama-sama kita amalkan tiga perkara penting apa yang disarankan oleh Nabi SAW yaitu berusaha dengan cara yang baik, berbelanja secara sederhana dan menabung (buat simpanan) apa yang berlebihan daripada wang kita. Semoga kita mendapat kebahagiaan di dunia dan mendapat kebahagiaan di hari akhirat.
Sumber: Khutbah Jum’at Aktual/Karya: Efendi Zarkasi/Penerbit: Gema Insani-Jakarta