DALAM Islam, terdapat ragam hukum yang menyertai nazar. Sehingga nazar ini terbagi ke dalam tiga ketentuan hukum. Apa saja ketiga hukum nazar tersebut?
Nazar merupakan janji seorang muslim. Biasanya nazar diucapkan sebagai janji bahwa seseorang akan melakukan suatu ibadah atau amalan tertentu apabila cita-cita atau keinginannya terpenuhi.
Secara harfiah, nazar berarti “mewajibkan kepada diri sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dengan maksud mengagungkan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.”
Nazar telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum masa Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Ali Imran ayat 35 dan surah Maryam ayat 26.
BACA JUGA: Ini Pengertian dan Syarat Nazar Menurut Islam
Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam kitab Minhajul Muslim menyebutkan ragam hukum nazar tersebut. Berikut ragam hukumnya:
1 Hukum nazar: Mubah
Nazar yang tidak terikat apapun yang dimaksudkan untuk ketaatan kepada Allah adalah boleh, seperti nazar puasa, shalat, atau sedekah. Nazar semacam ini wajib dipenuhi hukumnya bila sudah terucap.
2 Hukum nazar: Makruh
Hukum nazar yang terikat sesuatu adalah makruh, seperti mengatakan, “Jika Allah menyembuhkanku dari penyakitku, maka aku akan berpuasa begini atau bersedekah dengan itu.”
Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Umar bahwa Rasulullah melarang nazar dan bersabda, “Innahu laa yaruddu syai’an wa innama yustakhraju bihi min maali al-bakhili.” Yang artinya, “Sesungguhnya nazar itu tidak dapat menolak sesuatu, tetapi ia (nazar) hanya mengeluarkan sesuatu dari harta orang yang kikir.”
3 Hukum nazar: Haram
Nazar tidak diperbolehkan atau haram dilakukan jika dimaksudkan untuk selain Allah. Seperti nazar untuk kuburan para wali atau arwah-arwah orang-orang shaleh, seperti mengatakan, “Wahai tuanku, Fulan, jika Allah menyembuhkanku dari penyakitku, maka aku akan menyembelih itu di atas kuburanmu atau bersedekah kepadamu atas itu.”
Nazar semacam itu diharamkan karena merupakan tindakan ibadah kepada selain Allah. Dan itu termasuk perbuatan syirik yang diharamkan Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 36.
Allah berfirman, “Wa’budullaha wa laa tusyrikuu bihi syai’an.” Yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”
Sementara hukum menunaikan nazar adalah wajib. Ini berlaku bagi nazar yang berupa ketaatan atau ibadah yang sifatnya dibolehkan. Bukan nazar yang berisi janji untuk berbuat maksiat atau kesyirikan. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut.” (HR. Bukhari no. 6696)
Sedangkan jika nazar yang dilakukan adalah nazar maksiat, misalnya bernazar akan mentraktir teman-teman untuk mabuk jika lulus ujian, maka hukumnya haram dan tidak boleh dilaksanakan. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Nazar itu ada dua macam. Jika nazarnya adalah nazar taat, maka wajib ditunaikan. Jika nazarnya adalah nazar maksiat -karena syaithon-, maka tidak boleh ditunaikan dan sebagai gantinya adalah menunaikan kafaroh sumpah.” (HR. Ibnu Jarud, Al Baihaqi. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 479) []
SUMBER: REPUBLIKA | DALAM ISLAM