LALU, lelaki pertama kembali ke Makkah dan membuka kantong yang ada di punggung unta. Ternyata, kantung itu berisi pakaian dan uang dinar emas, yang sangat banyak, juga pedang miliki Ali bin Abi Thalib.
Lelaki kedua pergi ke rumah Qais bin Sa’ad. Saat itu, Qais sedang tidur. Dia ditemui oleh pembantunya.
Dengan ramahnya, sang pembantu bertanya, “Qais sedang tidur. Apa yang kau inginkan?”
Dia menjawab, “Aku Ibnu Sabil, tidak punya keluarga.”
Pembantu Qais berkata, “Ambilah kantong ini. Di dalamnya ada tujuh ratus dinar. Itu adalah semua harta yang aku miliki. Biarlah, nanti aku beritahukan hal ini kepada Tuan Qais.”
Lalu, pembantu itu mengajaknya ke kandang unta dan meminta agar lelaki itu untuk mengambil seekor unta yang disukainya.
Setelah mengambil seekor unta, lelaki itu mengucapkan terimakasih kepada si pembantu, lalu pergi ke Masjidil Haram.
Ketika Qais bangun, pembantunya itu mengabarkan perihal lelaki tadi kepadanya. Qais senang dengan apa yang dilakukan oleh pembantu itu. Dia berterimakasih dan mengganti uang tujuh ratus dinar.
Lelaki kedua sampai ke Ka’bah dengan membawa unta dan uang sejumlah tujuh ratus dinar.
Lelaki ketiga pergi ke rumah Arabah. Dia menjumpai Arabah di depan rumah, saat Arabah hendak pergi ke masjid.
Arabah adalah seorang yang buta. Dia bergantung kepada seorang budak yang membantunya megantar ke masjid.
Lelaki ketiga itu berkata, “Hai Arabah, Aku Ibnu sabil dan aku tidak punya keluaraga.”
Seketika, Arabah menjawab, “Ambilah, budakku ini, di satu-satunya harta yang aku miliki.”
Setelah memberikan budaknya, Arabah berjalan dengan meraba pada dinding-dinding menuju masjid.
Sementara, lelaki ketiga membawa budak yang didapatnya dari Arabah ke Ka’bah.
Orang-orang berkumpul di sekeliling tiga orang itu. Mereka menceritakan apa yang mereka alami satu persatu.
Bagaimanakah akhirnya orang-orang itu memutuskan? Siapakah yang paling pemurah?
Orang-orang itu mengatakan, “Tiga orang itu semuanya sangat pemurah, tetapi Arabah adalah yang palingpemurah dan paling dermawan. Dia memiliki semua harta yang dimilikinya. Padahal, dia sangat memerlukannya, yaitu budak yang menuntun jalan. []
Sumber: Ketika Cinta Berbuah Surga/Karya: Habuburrahman Al Shirazy/Penerbit: MQS Publishing