Oleh: Henri Tanjung Ph.D
IBNU Khaldun dalam bukunya Muqaddimah berargumen bahwa Negara yang kaya bukanlah Negara yang memiliki uang berlimpah, tetapi Negara kaya adalah Negara yang memiliki produksi domestik melimpah. Artinya, jika produksi domestik berlimpah, sehingga melebihi demand masyarakatnya sendiri, maka produksi tersebut akan menjadi komoditi ekspor.
Inilah pilar pertama dari ekonomi Islam, yaitu sektor Riil. Sektor yang memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Sektor yang ada jika diusahakan. Sektor yang tidak mungkin terjadi dengan berpangkutangan. Sektor yang diupayakan dari kegiatan produksi, baik produksi alam seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, maupun produksi tangan/mesin seperti barang-barang kerajinan atau buatan pabrik. Al-Qur’an menandai sektor riel ini dengan kata kata “Dan Allah halalkan jual beli” (Qs Al Baqarah ayat 275).
BACA JUGA: Manajemen Wakaf di Era Ottoman
Pilar kedua adalah lembaga keuangan syariah (LKS) yang bebas riba. Berapa banyak Negara yang menjadi bangkrut karena makan riba.
Dalam bukunya berjudul “The Shock Doctrine, the rise of disaster capitalism”, Naomi Klein mengatakan bahwa Negara seperti Argentina dan Chile, mengalami kebangkrutan karena riba. Modusnya adalah memberikan pinjaman utang sampai di luar kemampuan negara-negara tersebut membayarnya. Al-Qur’an menandai keuangan yang bebas riba ini dengan kata kata “Dan Allah haramkan Riba” (QS Al Baqarah ayat 275).
Pilar ketiga adalah zakat, infaq, sedekah dan wakaf (ZISWAF). Ini terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 276-277. Zakat adalah sedekah wajib yang diberikan sebesar 2,5% dari penghasilan kotor. Infaq adalah sedekah berupa materi kepada kaum kerabat dan mereka yang membutuhkan seperti fakir dan miskin.
Sedekah, lebih luas dari infaq, dapat berbentuk materi dan juga immateri. Senyum kepada saudara adalah sedekah. Membuang duri di jalan adalah sedekah. Sedangkan wakaf adalah memberikan hak milik pribadi kepada Allah melalui lembaga berbadan hukum (nazir) untuk dikelola dan hasilnya dimanfaatkan oleh umat.
Ketika seseorang memberikan wakafnya berupa tanah, maka hak miliknya terhadap tanah itu berhenti, dan berganti dengan hak milik Allah yang dikelola oleh nazir. Jika dana Zakat, infaq dan sedekah harus habis, maka dana wakaf tidak boleh habis. Pokoknya harus tetap (abadi). Yang diambil dan dihabiskan adalah hasilnya, atau keuntungan dari benda/properti yang diwakafkan tersebut.
Sehingga jika ZIS digunakan untk crash program, penanganan fakir dan miskin, maka WAF digunakan untuk pembangunan berkelanjutan jangka panjang. Oleh karena itu, pahala wakaf mengalir terus abadi, sampai hari kiamat.
BACA JUGA: Berwakaf di Waktu Sulit
Melihat pada tiga pilar ekonomi Islam tersebut, di mana fokus utama adalah sektor riil, maka untuk menggerakkan ekspor minyak sawit, contohnya, yang perlu dilakukan adalah pengelolaan sawit rakyat hingga mencapai skala ekonomi melalui pembentukan koperasi.
Untuk mendukungnya, diperlukan lembaga keuangan bebas riba. Prinsip pengelolaan koperasi tidak boleh riba. Segala bentuk riba harus dihapuskan, dan diganti dengan bagi hasil. Disinilah urgensi Koperasi Syariah. Diantara ciri koperasi syariah itu adalah, dalam transaksinya tidak terdapat unsur-unsur: riba, gharar, maysir, haram dan batil.
Terakhir, diperlukan ziswaf untuk mendorong ekonomi umat. Khususnya menangani fakir miskin untuk berproduksi. ZISWAF ini dapat digunakan untuk memberi modal usaha kepada fakir miskin, agar mereka keluar dari kefakiran dan kemiskinannya. []
SUMBER: BWI