SALAH SATU sifat orang beriman adalah ketika mendapat berbagai kenikmatan, dia bersyukur kepada Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut yaitu Allah. Dia ucapkan: “Alhamdulillaah, segala puji bagi Allah” dan ucapan yang sejenisnya.
Memang arti syukur sendiri adalah memuji kepada Dzat yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan kebaikan.
BACA JUGA: Hikmah Syukur
Tapi cukupkah dengan hanya memuji melalui lisan semata?
Sebenarnya tidak cukup hanya dengan itu, karena betapa banyaknya orang yang memuji Allah dengan lisan-lisan mereka ketika mendapatkan nikmat tetapi bersamaan dengan itu tetap bergelimang dalam kemaksiatan.
Akan tetapi syukur itu mempunyai rukun-rukunnya yaitu tiga rukun. Dimana syukurnya seorang hamba berporos pada tiga rukun tersebut –yang tidak akan dinamakan syukur kecuali dengan terkumpul ketiga-tiganya- yaitu:
1. Mengakui nikmat tersebut dengan batin (di dalam hati)
2. Membicarakannya secara zhahir (yaitu lisan kita memuji Dzat yang telah memberikan nikmat dan menyebut-nyebut nikmat tersebut)
3. Meminta bantuan dengan nikmat tersebut di dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah (artinya menggunakan nikmat tersebut untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah).
BACA JUGA: Bersyukurnya Nabi Daud
Maka kesimpulannya, syukur itu berkaitan dengan hati, lisan dan anggota badan. Adapun tugasnya hati adalah pertama: mengakui nikmat tersebut semata-mata datangnya dari Allah bukan dari yang lainnya walaupun sebabnya bisa jadi melalui teman, jual beli atau yang lainnya akan tetapi semuanya itu hanyalah sebab atau perantara dalam mendapatkan nikmat akan tetapi pada hahikatnya yang memberinya hanyalah Allah semata; dan kedua: mencintai Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut demikian juga mencintai nikmat tersebut. []
Referensi: Mampukah Kita Bersyukur dengan nikmat-nikmat Allah?/Karya: Bulletin Al Wala wal Bara’ Edisi IX/03/2005