KEYAKINAN merupakan hak yang dimiliki individu dalam mempercayai suatu hal, baik itu keyakinannya terhadap benda, manusia, maupun terhadap Sang Pencipta. Keyakinan terhadap Sang Pencipta (Allah) haruslah menjadi dasar keimanan seseorang dalam perannya sebagai hamba Allah SWT. Adapun tingkat keyakinan yang harus dimiliki seseorang di antaranya:
Ilmul-Yaqiin
Prasyarat untuk tingkat kepastian ini adalah ‘ilmu/pengetahuan’. Istilah Bahasa Arab untuk ‘ilmu’ adalah ‘ilm dan Bahasa Arab untuk ‘kepastian’ adalah ‘ yaqiin’. Dengan demikian istilah Arab yang digunakan oleh Alquran untuk kepastian yang berdasarkan pengetahuan adalah ‘ ilmul-yaqiin.
BACA JUGA: Takwa Memiliki Tiga Tingkatan
“Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin”.(QS. At-Takatsur: 5)
Pada tingkat ilmul-yaqiin, orang beriman dan para pencari Tuhan yakin kepada Tuhan (Allah SWT) bukan karena merasakan langsung wujud-Nya, namun berdasarkan deduksi dari fakta-fakta yang terletak dalam batas-batas pengetahuannya. Pada dasarnya ia percaya pada hal ghaib yang dalam istilahnya adalah ‘imaan bil Ghaib, yang berarti ‘percaya pada yang ghaib’. Orang pada tingkat ini dianalogikan seperti api dan asap. Ia memang belum melihat api itu sendiri, tetapi setelah menyaksikan asap, ia berkesimpulan bahwa api memang harus ada.
‘Ainul-Yaqiin
Istilah bahasa Arab untuk ‘melihat’ adalah ‘ain, karenanya Bahasa Arab untuk ‘kepastian berdasarkan pengataman/kesaksian’ adalah ‘ainul-yaqiin.
” …Kemudian kamu pasti akan melihatnya dengan mata yakin.” (QS. At-Takatsur: 8)
Ayat ini menarik perhatian kita pada fakta bahwa pada tingkat ainul-yaqiin, seorang beriman yakin kepada Allah SWT dengan cara apa yang secara kiasan disebut dengan ‘melihat secara langsung’ (direct perception)” penampakan-Nya. Bagi manusia, yang indera fisiknya hanya menanggapi stimulus materi, menyaksikan penampakan-Nya jelas bukan dalam arti pertemuan fisik dengan wujud Allah SWT.
Menyaksikan penampakan Allah SWT hanya dapat berarti menjadi saksi akan manifestasi Keilahian-Nya yang nampak dengan jelas. Masifestasi tersebut meliputi penerimaan ajaib dari doa- doanya dan ‘penyatuan ilahiah’. Doa-doa orang beriman mulai menemukan pengabulan yang berlimpah. Ketika ia berdoa untuk sesuatu, ia menemukan limpahan karunia Ilahi mengarah pada doanya.
Oleh karena itu pada tingkat kepastian ini, orang beriman tidak lagi bergantung pada kesimpulan logis mengenai keberadaan Allah SWT. Pada tingkat ini, seolah-olah ia telah melihat sendiri Allah SWT dengan mata kepalanya sendiri. Meskipun keadaan ‘iman bil ghaib’ terus berlaku, orang beriman menjadi lebih dekat lagi dengan dunia ghaib daripada ketika ia berada pada tingkat ilmul-yakiin.
BACA JUGA: Orang yang Meminta Fatwa Harus Menghiasi Dirinya dengan Ketakwaan
Haqqul-Yaqiin
Bahasa Arab untuk “kebenaran mutlak” (absolute truth) adalah Haqq. sedangkan bahwa Arab untuk kepastian seperti yang telah kita bahas adalah Yaqiin. Oleh karena itu istilah Haqqul Yaqiin menunjukkan tingkat kepastian yang sempurna tentang Tuhan.
“Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar.”
(QS. Al-Waqiah :95)
Pada tahap ini orang beriman yakin kepada Allah SWT karena ia telah merasakan sifat-sifat Allah SWT secara lebih lengkap, seolah-olah semua cara persepsi yang tersedia baginya telah sampai pada hubungan langsung dengan Keindahan dan Kemuliaan Allah SWT. Pada tahap ini orang beriman telah diberkati dengan limpahan yang lebih besar berupa wahyu Ilahi. Pada tahap ini, doa sang pencari Tuhan begitu derasnya diterima dan dijawab, dimana setiap doa menjadi sebuah keajaiban dalam dirinya sendiri. Nabi Allah SWT dan orang-orang suci berada dalam wilayah kepastian agung ini. Ini adalah tingkat tertinggi dari iman dan kepastian.
Dengan kita mengetahui tingkatan keyakinan seperti yang telah di paparkan di atas, semoga menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT. Aamiin. []