INDONESIA adalah salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Hal ini bukanlah sebuah prestasi, melainkan bisa menjadi beban berat negara di masa depan. Karena itu, beberapa pemerhati mendesak agas pemerintah tidak ragu-ragu menaikkan harga jual eceran rokok.
Bahkan Kepala Pusat Studi Ekonomi Kesehatan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Budi Hidayat meminta harga rokok naik rata-rata sekitar Rp 25 ribu per bungkus.
“Harga paling efektif untuk mengendalikan konsumsi. Yang belum pernah merokok jadi tidak merokok dan yang sudah merokok berhenti,” kata Budi seperti dikutip Anadolu pada Jumat (25/8/2017).
Dengan harga minimal Rp 25 ribu itu, Budi menghitung pemerintah bisa menekan angka kemiskinan hingga 2 juta jiwa, dan menurunkan jumlah perokok sampai 4 juta jiwa.
Selama ini, pemerintah hanya menaikkan cukai rokok 10 persen, yang menurut Budi malah memperparah kondisi masyarakat. Pembeli rokok bukannya menurunkan konsumsi mereka, namun malah menaikkan konsumsi rokok per kapita per bulan.
Agar penambahan harga rokok memberikan efek positif bagi masyarakat, Budi menyarankan pemerintah berani menaikkan biaya cukai rokok sebesar 113 sampai 200 persen.
“Kalau di bawah itu malah menaikkan angka kemiskinan,” sebut Budi.
Pihaknya melakukan simulasi. Pada saat harga rokok naik 10% menjadi Rp 11 ribu, angka kemiskinan naik sebanyak 0,16%. Saat harga cukai dinaikkan 60%, angka kemiskinan turut naik 0,47%.
Selama ini, kata Budi, pemerintah sering ragu menaikkan harga rokok karena takut kehilangan pemasukan cukai dan meningkatkan produksi rokok ilegal. Selain itu, rokok tak akan berpengaruh terhadap inflasi.
“Rokok adalah komoditi yang tak bisa serta merta mempengaruhi tingkat inflasi negara secara drastis, tak seperti kenaikan BBM,” ujar Budi.
Penasihat Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Hasbullah Thabarani mengatakan, sekitar 35% penyakit-penyakit yang ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berhubungan dengan konsumsi rokok.
“Seperti kardiovaskular dan hemodialisis. Hal ini menjelaskan bahwa rokok mulai menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat,” kata Hasbullah.
Di sisi lain, industri rokok menikmati keuntungan besar-besaran dari pasar Indonesia.
“Bangsa ini terancam rokok. Ada industri yang dapat untung besar (dari rokok), tapi akibatnya 30 tahun kemudian jadi beban negara,” tambah Hasbullah. []