Oleh: Adi Victoria
“Abi, (panggilan isteriku ke aku) apakah abi tahu cara memandikan jenazah?” tanya isteriku tiba-tiba.
“Yah?! Memandikan jenazah? Siapa yang meninggal?” tanyaku balik sebelum menjawab pertanyaan isteri tadi.
“Ya gak ada yang meninggal, Cuma mau tahu aja, abi tahu gak cara memandikan jenazah?” tanya nya lagi.
“Kalau memandikan jenazah itu gak bisa sembarangan, dulu waktu di sekolah pernah praktik pas pelajaran agama tentang memandikan jenazah, tapi itu sudah lama, jadi kalau ditanya apakah bisa atau tidak jawaban abi ya belum bisa, kalau mensholatkan jenazah sih bisa, memang kenapa sih Mi?” Tanyaku penasaran.
“Ya gak kenapa-kenapa sih Bi. Cuma Umi ingin agar Abi dan saudara-saudara Umi nanti yang memandikan jenazah Umi saat Umi dipanggil oleh Allah swt duluan. Umi tidak ingin orang lain yang menyentuh tubuh Umi, kecuali Abi dan saudara-saudaranya Umi.” Jawab nya dengan lirih.
“Memang nya kenapa Mi?” tanyaku balik.
“Iya, Umi tidak ingin ada orang bukan mahram umi melihat dan menyentuh tubuh umi, walaupun sebenarnya tubuh Umi tersebut sudah tak bernyawa, hanya jasad saja. Umi tidak ingin mereka kelak akan menceritakan “aib” jasad umi, itulah kenapa Umi berwasiat agar Abi yang kelak memandikan jenazah Umi” Jawabnya lagi.
Ya, itulah wasiat isteri yang harus saya jalankan.
Di dalam Islam, memang Islam memberikan step-step tentang mengurusi jenazah baik jenazah laki-laki ataupun perempuan.
Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang memandikan mayat sambil menyempurnakan segala amanatnya, tidak membicarakan segala aib yang ada pada dirinya maka orang yang memandikan itu besih dari dosa laksana seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya” Kemudian Rasulullah bersabda lagi, “Akan lebih utama yang memandikan mayat itu adalah kerabatnya, kalau dia bisa; tetapi kalau dia tidak bisa, siapa saja yang dipandang ahlinya, teliti, dan amanat” (H.R. Ahmad)
Rasulullah saw. bersabda pada istrinya, “Aisyah, jika kamu meninggal terlebih dahulu, aku yang akan memandikan dan mengkafanimu serta akulah yang akan menyalati dan menguburkanmu” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah).
Hadis ini menegaskan bahwa suami bisa memandikan jenazah istrinya dan istri boleh memandikan jenazah suaminya. Kesimpulannya, alangkah beruntung apabila kita bisa memandikan jenazah orang yang kita cintai. Terlebih lagi jika hal tersebut adalah wasiat, maka wajib dilakukan.
Adapun jika tidak ada wasiat, maka yang berhak adalah ayahnya atau kakek-kakeknya, Ataupun anak laki-laki, cucu-cucunya yang laki-laki. Jika tidak ada yang mampu, keluarga Jenazah boleh menunjuk orang yang amanah lagi terpercaya untuk memandikannya. intinya Sebaiknya jenazah dimandikan oleh kerabat terdekat, tetapi kalau tidak mampu, bisa dibantu oleh orang yang ahli memandikan dan mengkafani.
Apakah kita sudah bisa memandikan jenazah? Jika belum, mari segera belajar. Wallahu A’lam. []