PERBATASAN Rafah ibarat ‘nafas’ bagi rakyat Palestina di Jalur Gaza. Perbatasan ini adalah satu-satunya yang membuka Jalur Gaza akses ke dunia luar. Sayangnya, selama tahunan, perbatasan ini ditutup oleh Husni Mubarak. Ketika Muhammad Mursi menjadi Presiden Mesir menggantikan Mubarak, Rafah kembali dibuka. Mursi dikudeta satu pekan yang lalu, Rafah kembali ditutup. Apa sebenarnya Perbatasan Rafah ini?
Rafah juga dikenal sebagai Rafiah, sebuah kota Palestina di Jalur Gaza selatan. Terletak 30 kilometer (19 mil) selatan Gaza, penduduk Rafah berjumlah 71.003, murni terdiri dari pengungsi Palestina. Kamp Rafah dan Sultan Tall-As merupakan daerah terpisah. Rafah adalah ibukota distrik.
Bandara Internasional Yasser Arafat, satu-satunya bandara di Gaza, terletak tepat di sebelah selatan kota, dan sempat dioperasikan 1998-2001. Namun bandara ini dibom dan dibuldoser oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) setelah klaim adanya pembunuhan tentara Israel oleh anggota Hamas.
Rafah adalah satu-satunya penyeberangan antara Jalur Gaza dan Mesir. Di masa lalu, Rafah adalah sebuah kota perdagangan yang penting, dan salah satu kota yang berhasil direbut oleh tentara Rasyidin di bawah komando Jenderal ‘Amr bin Al-Ash.
Di bawah kendali Umayyah dan Abbasiyah, Perbatasan Rafah disebut sebagai Jund Filastin (“District of Palestine“).
Menurut ahli geografi Arab al Ya’qubi, wilayah ini adalah kota terakhir di Provinsi Suriah dan dari Ramla ke Mesir. Pada 1226, ahli geografi Arab Yaqut al-Hamawi menulis pentingnya Rafah di zaman dulu. “Kota tua yang berkembang, dengan pasar, dan masjid, dan sejarahnya”, demikian al-Hamawi. Namun, ia juga menyebutkan bahwa sejak waktu itu pun, Rafah sudah berada di ambang reruntuhan, dan menjadi sebuah stasiun pos Ayyubiyah ke Mesir setelah sekitar Deir al Balah.
Pada musim panas tahun 1971, IDF (tentara Israel), di bawah Jenderal Ariel Sharon, menghancurkan sekitar 500 rumah di kamp Rafah dalam rangka membuat jalan untuk patroli pasukan Israel. Ada sekitar 4000 orang Israel yang kemudian mendirikan proyek perumahan.
Karena Perjanjian Camp David, Israel mundur dari Semenanjung Sinai dan Rafah pun dibagi, dengan satu bagian berdampingan dengan Mesir. Untuk mengatasi pembagian kota, penyelundup membuat terowongan di bawah perbatasan, yang menghubungkan dua wilayah dan memungkinkan penyelundupan barang dan orang.
Dengan nilai historisnya yang sedemikian rupa, tak pelak Perbatasan Rafah telah menjadi simbol perekat antara Mesir dan Palestina. []