OH, iya, mengapa kita berbicara tentang ‘konteks’ judul ‘singgah menaklukan zaman?
Karena zaman adalah konteks raksasa yang membingkai jalan cinta kita, jalan cinta para pejuang. Dan karena keagungan-Nya, maka jalan cinta para pejuang tak boleh hanya singgah di konteks itu. Ia melangkah lebih jauh. Ia menaklukan. Dan jika ingin menaklukannya, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu.
Seperti kita semua
Setiap pejuang adalah anak zaman
Tapi mereka menguak celah dinding sejarah
Tepat di saat mentari meninggi
Lalu peradaban menjadi lebih cerah
Tiap perubahan zaman, kata R. Covey, selalu menyeleksi manusia. Ada yang eksis dan ada yang tergilas. Ada pemburu-pemburu yang sukses mentranformasi diri menjadi petani, pekebun, dan peternak. Ada yang terpinggir. Ada petani-petani yang belajar spesialisasi, delegasi, dan kemampuan untuk memperbesar skala usaha, lalu mendirikan pabrik. Ada yang melongo saja, karena ada hal baru yang dibutuhkan namun tak dimilikinya: seperangkat keahlian dan peralatan berbeda.
Tapi pada intinya, kata pakar manjemen Peter F. Drucker, masalah besar kita dalah kesiapan dan ketidaksiapan. Ada ketidaksiapan yang kita sadari. Ada juga yang tidak. Seperti cara berfikir dan merasa.
Misalnya, di saat kuasa pengetahuan telah mengambil alih kemudi zaman, akal dan hati kita masih berada di zaman industri: Manusia (karyawan) dianggap sebagai biaya, sementara mesin adalah aset. Manusia diletakkan dalam perhitungan laba rugi sebagai pengeluaran, sementara peralatan dan gedung tanpa nyawa diletakkan dalam pembukuan sebagai investasi. Rumus dasar akuntansi kita pun masih sama; harta+ hutang+modal. Rumus yang aneh, membuat kita merasa berharta ketika berhutang. Seperti kata Jhon Paul Getty, jutawan pendiri Getty Oil, “Jika Anda berhutang 100 dollar, Andalah yang pusing. Tapi jika hutang Anda 100 juta dollar, bank-lah yang akan pusing.”
Zaman kita yang akan segera datang, adalah zaman kebijaksanaan, kata penulis The 8th Habit. Itu istilah beliau. Bagi kita, memang akan ada zaman yang harus segera kita songsong. Mungkin di sana memang kebijaksanaan berlimpah. Tetapi untuk menujunya, hanya mental para pejuang, karakter para pejuang, kerja-kerja besar para pejuang, dan jalan cinta para pejuang yang bisa kita andalkan. Dengan hati yang menjernih-jernih rindu, saya mengingat sabda Nabi SAW, yaitu:
“..Kemudian akan berlangsung kerajaan sewenang-wenang menurut kelangsungan yang dikehendaki Allah. Lalu Allah mengangkatnya ketika Ia menghendaki. Kemudian akan berlangsung khalifah di atas jalan kenabian.’ Lalu beliau diam,” (HR. Ahmad)
Ke sanalah jalan cinta kita menuju dengan melintasi zaman. Dalam beberapa perbincangan di bagian ‘Dunia Kita Hari Ini’, dimulai dari tulisan ini, kita akan mengenali dunia yang menjadi bingkai jalan kita. Kita akan memahaminya agar lebih siap menghadapinya. Kita akan memahaminya untuk menaklukannya di jalan cinta kita ini, jalan cinta para pejuang.[]
Karena ke kemah kami
Sejarah sedang singgah
Dan mengulurkan tangannya yang ramah
Tak ada lagi sekarang waktu
Untuk merenung panjang, untuk ragu-ragu
Karena jalan masih jauh.
-Taufiq Ismail, Horison-
Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang/Salim A. Fillah/Pro-u Media