DIANTARA para sahabat terkemuka dalam sejarah Islam, terdapat empat Abdullah atau dikenal sebagai ‘Abadilah Al-Arba’ah. ‘Abadilah Al-Arba’ah yang berarti empat Abdullahs ini terdiri dari empat sahabat Nabi SAW yang semuanya merupakan individu luar biasa.
Mereka adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr bin Al-As dan Abdullah bin Az-Zubair. Dikutip dari penjelasan Ustaz Abdullah Ahmad di laman Muslim SG, keempat Abdullah ini adalah sahabat yang sangat muda, yang diberkati karena dekat dengan kehidupan Nabi SAW, dan karenanya mereka dapat belajar lebih banyak tentang detail perikehidupan Nabi SAW.
BACA JUGA: Tiga Generasi dari Keluarganya Merupakan Sahabat Nabi
Pengalaman yang mereka miliki dengan Nabi SAW sangat signifikan. Seiring bertambahnya usia, keempat Abdullah tersebut kemudian menjadi tokoh kunci dan sumber ilmu yang menjadi referensi dalam periwayatan hadis setelah wafatnya Nabi SAW.
Berikut adalah keistimewaan 4 Abdullah dalam mengejar ilmu sehingga bisa menjadi teladan bagi kita untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan:
BACA JUGA: Inilah 5 Sahabat yang Jadi Muadzin pada Masa Nabi
1 Abdullah bin Abbas ra, pembelajar yang diberkati
Semua sahabat berbagi cinta yang mendalam untuk selalu berada di sekitar Nabi melihat Beberapa bahkan akan mengabdikan diri untuk mengabdi, dan salah satunya adalah Abdullah bin Abbas ra
Selain sebagai sepupu Nabi sendiri, Abdullah bin Abbas selalu ada untuk membantu Nabi dengan menyiapkan air untuk wudhu dan menemaninya dalam perjalanannya. Kemanapun Nabi melihat pergi, Abdullah bin Abbas selalu ada bersamanya.
Hubungan yang kuat ini sangat menguntungkan Abdullah bin Abbas ra karena dia berhasil mencatat sekitar 1660 hadits dari ingatannya. Tidak hanya itu, Nabi juga secara khusus mendoakan Abdullah bin Abbas agar dianugerahi pemahaman yang mendalam tentang agama dan hikmah.
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
“Ya Allah, berikan dia (Abdullah Ibn Abbas) pemahaman dalam agama dan ajarkan dia interpretasi yang tepat (Alquran).” (HR Ahmad)
Setelah Nabi SAW wafat, Abdullah bin Abbas mencari sahabat yang lebih tua yang mengetahui hadits yang tidak dia ketahui dan kemudian memverifikasi dengan Sahabat lain untuk memastikan keasliannya.
Seiring bertambahnya usia, orang-orang datang ke kediamanAbdullah bin Abbas di mana kelasnya diselenggarakan secara aktif. Dia tumbuh dalam ilmu sehingga senantiasa dicari oleh para sahabat untuk mengetahui pemikirannya, termasuk Umar ra selama pemerintahannya sebagai Khalifah.
2 Abdullah bin Umar ra, pencinta Nabi yang Jeli
Sebuah ungkapan dari ulama Islam menyebut:
“Sungguh, pengetahuan adalah pohon dan perbuatan adalah buahnya, dan seseorang tidak dianggap sebagai seorang terpelajar yang tidak bertindak berdasarkan ilmunya.” (Al-Khateeb Al-Baghdadi)
Benar, pengetahuan hanya menghasilkan buah ketika kita mengamalkannya, apakah itu berarti mencoba mengubah aspek tertentu dari diri kita atau mungkin bahkan sesuatu yang kecil dan sederhana seperti tersenyum kepada orang-orang di sekitar kita. Hanya dengan begitu si pencari akan mendapat manfaat darinya, dan ilmu itu bermanfaat bagi orang lain.
Abdullah bin Umar ra adalah contoh yang baik dari seseorang yang bertindak berdasarkan ilmunya. Dia adalah putra Umar bin Khattab sang khalifah kedua. Abdullah bin Umar juga salah satu perawi hadis yang terkemuka karena keterikatan dan cintanya yang kuat kepada Nabi SAW.
Dia mengamati Nabi dari dekat, mencerminkan dia dalam setiap tindakan, berdoa di mana Nabi berdoa atau memohon seperti bagaimana Nabi mengucapkan permohonan yang indah.
Selam hidupnya, Abdullah Ibn Umar mencatat sekitar 2.630 hadits.
Catatan lain yang dapat kita ambil adalah bahwa Abdullah bin Umar ra sangat jeli dan teliti dalam pengamatannya terhadap Nabi, tingkat fokusnya sangat tajam untuk mengenali detail kecil dari apa yang Nabi lakukan atau di mana dia melakukannya. Ini terwujud dari cinta dan penghormatannya kepada Nabi SAW.
3 Abdullah bin Amr bin ‘As ra, penulis yang rajin
Di era keyboard dan layar sentuh, orang jadi jarang terlibat dengan menulis. Menulis, seperti dulu, membedakan suatu negara dari negara lain yang kurang melek huruf. Memang, menulis adalah keterampilan penting yang digunakan untuk mengekspresikan ide-ide dan untuk mengartikulasikan proses berpikir. Ini, pada gilirannya, membantu mengembangkan kemampuan kognitif seseorang dan memungkinkannya mengatur pikiran dan argumen pribadi.
Bahkan dalam tradisi Islam, menulis merupakan bagian besar dalam proses pencarian ilmu. Imam Al-Syafi’i pernah berkata, “Ilmu adalah berburu dan menulis adalah tali, jadi ikatlah perburuanmu dengan tali yang pasti.”
Hal ini paling baik dicontohkan oleh Abdullah bin Amr bin ‘As ra, yang adalah seorang Sahabat terkemuka bahkan di usia mudanya. Dia adalah seorang sahabat muda yang luar biasa, diberkati dengan kecerdasan dan kesalehan.
Ketika Nabi SAW ada di sekitar, dia meminta izin untuk menuliskan hadits karena Abdullah percaya bahwa segala yang dikatakan Nabi SAW adalah kebenaran. Namun, Nabi SAW tidak mengizinkan hal ini karena Alquran belum sepenuhnya diturunkan kepadanya, jadi dia khawatir para sahabat akan bingung.
Ketika Alquran selesai, Abdullah bin Amr akhirnya diberi izin untuk mengumpulkan dan mencatat hadits Nabi. Tugas menulis ini terbukti bermanfaat besar bagi umat Islam karena catatannya menjadi sumber ilmu, terutama setelah Nabi SAW wafat.
4 Abdullah bin Az-Zubair r.a. pembela yang setia
Hidup mengalami pasang surut, dengan beberapa hari baik dan banyak hari yang suram. Ada kalanya kita merasa kehilangan makna dan tujuan. Sebenarnya, inilah saat terbaik untuk membuktikan diri, karena kesabaran dalam menghadapi tantangan adalah tanda kekuatan, ciri umum para Nabi sebagai orang-orang saleh.
Itu juga ciri khas Abdullah bin Az-Zubair ra, yang ayahnya adalah Az-Zubair bin Awwam ra, salah satu dari sepuluh orang yang diberi kabar gembira tentang surga. Ibunya adalah Asma ‘binti Abu Bakar, orang ke-18 yang memeluk Islam dan putri Abu Bakr As-Siddiq ra, khalifah pertama dalam Islam. Abdullah bin Az-Zubair adalah orang pertama yang lahir di antara Muhajirin setelah Hijrah, dan merupakan penyebab kegembiraan bagi umat Islam selama masa itu.
Abdullah bin Az-Zubair juga diberkati menjadi salah satu pembantu Nabi SAW, memberinya kesempatan untuk mengamati dengan cermat kehidupan Nabi, memperoleh ilmu dan dengan sempurna meniru Sunnah Nabi SAW.
Abdullah bin Az-Zubair juga sangat dekat dengan Aisyah ra, istri nabi sekaligus bibinya sendiri. Kedekatan tersebut bahkan membuat Aisyah dikenal sebagai ‘Umm Abdullah’ (ibu dari Abdullah).
Seiring bertambahnya usia, Abdullah bin Az-Zubair menjadi pria yang dihormati, yang kualitasnya melampaui banyak orang lainnya. Diriwayatkan bahwa Utsman bin Talhah ra berkata:
“Ibn Az-Zubair tiada bandingnya dalam tiga hal: keberanian, ibadah dan kefasihan.”
Memang, Abdullah bin Az-Zubair teguh dan memiliki akhlak yang mulia, bahkan sejak usia yang sangat muda. Dia berani, tapi dia juga pria yang fasih. Ketika umat Islam berjaya di Afrika Utara, Abdullah bin Az-Zubair memberikan pidato kemenangan. Pidato tersebut disampaikan seperti kakeknya, Abu Bakar ra saat berpidato.
Sampai akhir hayatnya, dia tetap teguh pada nilai-nilai dan prinsip yang dipegangnya. Dia berani dalam pertempuran dan setia kepada orang-orang di sekitarnya. Dia adalah salah satu orang yang membela Utsman bin Affan, khalifah ketiga, ketika para pemberontak berkonspirasi melawannya. []
SUMBER: MUSLIM SG