MURTAD berasal dari akar kata riddah atau irtidad yang berarti kembali. Istilah murtad atau ciri orang murtad juga bisa diartikan bahwa seseorang telah keluar dari agama Islam dalam bentuk niat, perkataan, atau perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi kafir atau tidak beragama sama sekali.
Pada awal sejarah Islam, istilah riddah dikaitkan dengan kembalinya beberapa kabilah Arab, selain Quraisy dan Saqif, dari Islam kepada kepercayaan lama setelah wafatnya Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.
Menurut Ensiklopedia Islam terbitan Ichtiar Baroe Van Hoeve, beberapa perbuatan yang menjadi ciri orang murtad antara lain adalah pengingkaran adanya pencipta, peniadaan rasul-rasul Allah SWT, dan penghalalan perbuatan yang disepakati haram serta pengharaman perbuatan yang disepakati halal.
Kemurtadan dapat diartikan menjadi batalnya nilai religius perbuatan orang yang bersangkutan. Kembali kepada kekafiran setelah beriman berarti terputusnya hubungan dengan Allah SWT.
BACA JUGA: Murtad
Agar dapat membedakannya, berikut ini ciri orang murtad yang dapat dikategorikan sebagai orang yang sudah kafir, di antaranya:
1. Ciri orang murtad pertama adalah menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun.
2. Ciri orang murtad kedua adalah mengaku sebagai nabi atau percaya kepada orang yang mengaku sebagai nabi.
3. Ciri orang murtad ketiga adalah melakukan perbuatan seperti memperolok-olokkan Allah SWT, atau para Rasul-Nya, atau kitab-kitab-Nya.
Para ulama telah mencapai kata sepakat bahwa orang yang menghina Allah SWT, atau mencaci, memaki, menjelekkan-Nya sebagai orang yang murtad dan keluar dari agama Islam. Walaupun hal itu hanya sekedar candaan, atau main-main belaka. [Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 8 hal. 565]
Dasarnya adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran:
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِؤُونَ لاَ تَعْتَذِرُواْ قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَآئِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَآئِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُواْ مُجْرِمِينَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At-Taubah : 65-66)
4. Ciri orang murtad keempat adalah menapikan eksistensi para Malaikat, jin dan kehidupan akhirat seperti surga, neraka, hisab (perhitungan), mizaan (timbangan) dan shirath (jalan titian), dan sebagainya.
Maka dari itu, sebagai seorang Muslim, kita harus selalu berhati-hati dalam berkata-kata, dalam melakukan perbuatan, atau keyakinan yang dapat menjerumuskan kita pada lembah dan jurang kekafiran.
Siapa saja yang melakukan hal tersebut, maka hendaklah ia segera bertaubat dari sekarang, sebelum ditutupnya pintu taubat ketika kiamat sudah datang. Dan taubat itu tidak cukup hanya dengan beristighfar, melainkan juga harus memperbaharui syahadatnya.
Sedangkan menurut Ensiklopedia Islam, berlakunya kemurtadan ditentukan oleh dua hal. Pertama, berakal. Tidak sah kemurtadan orang gila atau anak kecil yang belum berakal. Kedua, memiliki kekebasan dan kemerdekaan bertindak serta menentukan pilihan.
Seseorang yang dipaksa murtad, sedangkan hatinya masih tetap dalam keadaan beriman, tak bisa disebut murtad. Orang yang murtad, menurut fikih, kehilangan hak perlindungan atas jiwanya. Selain itu, orang yang murtad juga gugur dan hilang hak-hak perdatanya, kepemilikannya, dan batal perkawinannya.
Para ulama menetapkan, jika orang tersebut masuk Islam lagi, semua haknya yang hilang akan dikembalikan. Dalam hal waris, secara umum orang murtad tak dapat mewarisi dari pihak mana pun, baik dari pihak Muslim maupun kafir, karena tak mempunyai wali dan tak diakui oleh Islam.
Sebagian ulama berpendapat, kemurtadan merupakan penghalang khusus atas pewarisan, bukan perbedaan agama. Menurut jumhur (kesepakatan) ulama, harta benda orang murtad tak dapat diwarisi. Namun, sebagian pengikut Abu Hanifah berpendapat hartanya boleh diwarisi.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Taubat Orang Murtad?
Harta, menurut Abu Hanifah, adalah yang didapatkan dalam keadaan Islam, sedangkan yang didapatkan dalam keadaan murtad menjadi rampasan (fai) bagi kas negara.
Sementara itu, mengutip Almanhaj, orang yang mati dalam keadaan murtad, tidak boleh dimintakan ampunan baginya meski kita begitu mencintainya.
Allah SWt berfirman:
مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن يَسْتَغْفِرُوا۟ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوٓا۟ أُو۟لِى قُرْبَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَٰبُ ٱلْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (At-Taubah Ayat 113).
Itulah beberapa ciri orang murtad dalam Islam. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan hidayah dan rahmatnya kepada kita agar senantiasa berdiri di atas agama yang benar yaitu agama Islam. []