HADIS mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum islam kedua setelah Alquran. Setiap muslim wajib berpedoman kepada keduanya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13)
Alquran dan hadis, keduanya terkait erat dan tidak terpisahkan. Fungsi hadis terhadap Alquran sangat penting. Pada dasarnya, hadist memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada dalam Alquran.
BACA JUGA: Inilah Jenis-Jenis Hadis Berdasarkan Keasliannya
Berikut ini fungsi-fungsi hadist tersebut:
1 Bayan Taqrir (memperjelas isi Al Quran)
Fungsi Hadist sebagai bayan taqrir berarti memperkuat isi dari Alquran. Sebagai contoh hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
يَااَيُّهَاالَّذِ يْنَ اَمَنُوْااِذَاقُمْتُمْ اِلَى الصّلَوةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِ يَكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُءُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al-Maidah: 6)
2 Bayan Tafsir (menafsirkan isi Al Quran)
Fungsi hadist sebagai bayan tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi al Alquran yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid).
Contoh hadist sebagai bayan tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.
أَتَى بِسَا رِقِ فَقَطَعَ يَدَهُ مِنْ مِفْصَلِ الْكَفِّ
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.”
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْااَيْدِ يَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” (QS. Al-Maidah: 38)
Dalam Alquran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
3 Bayan Tasyri’ (memberi kepastian hukum islam yang tidak ada di Al Quran)
Hadist sebagai bayan tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran. Biasanya Al Quran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja.
Contohnya hadist mengenai zakat fitrah:
اِنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَا عًا مِنْ تَمَرٍاَوْ صَا عًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ اَوْعَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan.” (HR. Muslim)
BACA JUGA: Diriwayatkan dalam Hadis, Seperti Inilah Kemurahan Hati Rasulullah SAW
4 Bayan Nasakh (mengganti ketentuan terdahulu)
Secara etimologi, An-Nasakh memiliki banyak arti diantaranya at-taqyir (mengubah), al-itbal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau ijalah (menghilangkan). Para ulama mendefinisikan Bayan An-nasakh sebagai ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas. Salah satu contohnya yakni:
لاَوَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَاحَضَرَ اَحَدَ كُمْ المَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرَالوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَ يْنِ وَاْلأَ قْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى المُتَّقِيْنَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 180)
Fungsi hadist sebagai Bayan Nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddim membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits walaupun hadits ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadist masyhur tanpa harus matawatir. Sedangkan para mu’tazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadist harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadist. []
SUMBER: DALAM ISLAM