TIDAKÂ diragukan bahwa Islam adalah agama yang memuliakan dan menghormati wanita. Aturan dan kasih sayang Allah yang dituang dalam Al Quran telah menunjukkannya.
Perintah menutup aurat bukanlah bentuk pengekangan akan kebebasan, namun justru bentuk penghormatan karena perempuan bukanlah objek kecantikan, bukan untuk dieksplotasi secara fisik dan penampilan.
Namun, entah mengapa masih banyak anak remaja dan perempuan-perempuan modern saat ini masih memilih logika barat bahwa kebebasan dan kesetaraan sangat erat kaitannya dengan penampilan dan ekpresi fisik melalui berbagai macam gaya. Entah dari pakaian yang mengumbar aurat ataupun citra penampilan seorang wanita yang cantik melalui definisi langsing, putih berambut panjang.
Ini bukan hanya masalah keengganan para wanita untuk menutup auratnya, tetapi lebih jauh lagi mengenai kehormatan dan kemuliaan wanita.
Tidak berarti wanita tidak boleh bersekolah dan bekerja di luar rumah, tetapi jangan sampai hanya karena ingin dibilang modern, ingin terlihat mandiri dan pintar tetapi melupakan kesucian dan kehormatan dirinya.
Saat ini kita sering melihat di tempat-tempat umum dan di fasilitas umum, anak-anak remaja lelaki dan perempuan berkumpul saling bercanda, tak segan menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya. Berkumpul atau bepergian dengan memakai pakaian yang tipis dan pendek.
Kenapakah hal ini dapat terjadi?
Paling tidak ada empat faktor yang menyebabkan hal demikian, yaitu :
1 Sedikit atau minimnya pengetahuan mereka tentang agama.
Kebodohan mayoritas kaum wanita muslimah tentang agamanya membuat mereka tidak lagi mengenal hukum-hukum Allah SWT yang terkait dengan mereka.
Tidak banyak di antara kaum muslimah yang mengetahui haramnya ikhtilat (berbaur dengan laki-laki), tabaruj (bersolek), dan ber-khalwat (berduaan) dengan lelaki yang bukan mahrahmnya.
2 Lemahnya pendidikan akhlak dari pada orang tua
Pada zaman sekarang, tidak sedikit orang tua yang mengabaikan pendidikan akhlak dan agama putra-putrinya. Kesibukan mencari dunia telah melalaikan mereka dari memperhatikan dan mengawasi putra-putrinya. Mereka kurang mengawasi teman bergaul anak-anaknya yang telah remaja.
Padahal, anak adalah amanah dari Allah SWT kepada orang tua yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.
“Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang apa yang Dia amanahkan (titipkan) kepadanya.” (HR. at-Tirmidzi)
Yang lebih memilukan lagi adalah sebagian orang tua tahu bahwa putri-putrinya bebas bergaul dengan laki-laki yang bukan mahramnya atau berpacaran, akan tetapi mereka bersikap masa bodoh akan hal itu.
3 Model pendidikan yang bercampur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat)
Di negeri kita ini, mulai dari tingkat TK hingga perguruan tinggi, sistem pengajarannya tidak memisahkan antara siswa laki-laki dan perempuan.
Jika hal ini terjadi di tingkat TK atau SD saja mungkin masih dapat ditolerir, akan tetapi yang terjadi adalah siswi-siswi SMA yang telah menginjak usia akil baligh pun dicampur.
Demikian juga diperguruan tinggi. Padahal semua orang tahu, bahwa pemuda atau pemudi di usia-usia seperti itu sedang mengalami masa pubertas dimana ketertarikannya pada lawan jenis sangat kuat.
4 Derasnya arus kebudayan Barat dan Sekuler yang masuk
Masyarakat Barat adalah masyarakat yang permisisf (serba boleh) dan tidak mengindahkan nilai-nilai kesucian serta mengumbar hawa nafsu. Betapa banyak kerusakan akhlak dan moralitas yang datang dari negeri Barat.
Akan tetapi, media-media demikian antusias menayangkan acara-acara yang kental dengan budaya Barat yang serba bebas tersebut. Akibatnya, tidak hanya remaja Muslimah di kota-kota, mereka yang berada di pedesaan nun jauh dari kota pun ikut terpengaruh oleh budaya Barat.
Sunggung benar apa yang telah dikatakan Rasulullah ï·º:
“Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta hingga kalaupun mereka masuk dalam lubang biawak niscaya kalian pun akan ikut masuk ke dalamnya.” Para sahabat berkata, “yang engkau maksud adalah orang-orang Yahudi dan Nashrani wahai Rasulullah?” Beliau Menjawab, “Ya, siapa lagi?” (HR. al-Bukhari dan Muslim) []