Oleh: H. Ahmad Yani, MA
TAFAKUR berarti berfikir dan merenung. Merenung dalam berbagai hal untuk mengkondisikan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Tafakur menurut Syekh Abdullah bin Muhammad Al-Munif bisa diartikan juga sebagai amal seseorang dalam memperhatikan sesuatu dengan metode mengambil pelajaran (ibrah) dan pengetahuan untuk menguatkan sisi-sisi kebaikan dirinya dan menepis dorongan-dorongan keburukan.
Karena itu, para Mufassirin berkata dalam menafsirkan ayat yang berbunyi: “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (QS. Al-Baqarah: 219), maksud dari kata “supaya kalian berfikir” adalah agar kalian berfikir dalam urusan Dunia dan Akhirat. Maka kalian menghindari apa-apa yang mengundang bala’ dan keburukan di dunia dan akhirat, sekaligus agar kalian berpegang teguh dengan akhlak dan kebaikan, memahami yang maslahat dan yang bermanfaat, sehingga kalian mendatangi apa yang paling baik bagi kalian dan meninggalkan apa yang membahayakan.
BACA JUGA: Merenungi Kembali Makna Sabar; Seberapa Sabarkah Saya?
Tafakur merupakan salah satu Ibadah yang sangat bernilai dan setidaknya memiliki empat keutamaan, di antaranya:
Tafakur adalah pangkal segala kebaikan
Ibnul Qayyim berkata dalam kitab miftah dar assa’adah, “Berfikir akan membuahkan pengetahuan, pengetahuan akan melahirkan perubahan keadaan pada hati, perubahan keadaan hati akan melahirkan kehendak, kehendak akan melahirkan amal perbuatan. Jadi, berpikir adalah asas dan kunci semua kebaikan. Hal ini bisa menunjukkan kepadamu keutamaan dan kemuliaan tafakur, dan bahwasanya tafakur termasuk amalan hati yang paling utama dan bermanfaat, sehingga dikatakan: ‘tafakur sesaat lebih baik daripada ibadah setahun’. Tafakur bisa mengubah kelalaian menjadi kesadaran, dari hal-hal yang dibenci Allah menuju hal-hal yang dicintaiNya, dari ambisi dan keserakahan menuju zuhud dan qana’ah, dari penjara dunia menuju keluasan akhirat, dari kesempitan kejahilan menuju bentangan ilmu pengetahuan, dari penyakit syahwat dan cinta kepada dunia menuju kesehatan ruhani dan kedekatan diri kepada Allah, dari bencana buta, tuli, dan bisu menuju nikmat penglihatan, pendengaran, dan pemahaman tentang Allah, dan dari berbagai penyakit syubhat menuju keyakinan yang menyejukkan hati dan keimanan yang menentramkan.”
Tafakur termasuk amal yang terbaik dan unggul
Ada atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban berbunyi, “Berpikir sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.” Berpikir bisa memberi manfaat-manfaat yang tidak bisa dihasilkan oleh suatu ibadah yang dilakukan selama setahun. Abu Darda’ seorang sahabat yang terkenal sangat abid (ahli ibadah) pernah ditanya tentang amalan yang paling utama, ia menjawab: “tafakur.” Dengan tafakur seseorang bisa memahami sesuatu hingga hakikat, dan mengerti manfaat dari yang membahayakan. Dengan tafakur, seseorang bisa melihat potensi bahaya hawa nafsu yang tersembunyi di dalam diri, mengetahui tipu daya setan, dan menyadari bujuk rayu duniawi. Umar bin Abdul Aziz berkata: “tafakur tantang nikmat-nikmat Allah termasuk di antara ibadah yang paling agung.”
Allah memuji orang-orang yang senantiasa bertafakur dan berzikir
Sa’id Hawa dalam Al-Mustakhlash Fi Tazkiyatil Anfus mengulas surat Ali Imran 190-191: “Dari ayat ini kita memahami bahwa kemampuan akal tidak akan terwujud kecuali dengan perpaduan antara zikir dan fikir pada diri manusia. Apabila kita mengetahui bahwa kesempurnaan akal berarti kesempurnaan seorang manusia, maka kita bisa memahami peran penting dzikir dan fikir dalam menyucikan jiwa manusia. Oleh karena itu, para ahli suluk yang berupaya mendekatkan diri kepada Allah senantiasa memadukan antara zikir dan fikir di awal perjalanannya menuju Allah. Sebagai contoh, di saat bertafakur tentang berbagai hal, mereka mengiringinya dengan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.”
BACA JUGA: Merenungi Musibah
Tafakur mengantarkan kepada kemuliaan dunia dan akhirat
Ka’ab bin Malik berkata, “Barangsiapa menghendaki kemuliaan akhirat, maka hendaknya ia memperbanyak tafakur.” Hatim menambahkan, “Dengan merenungi permisalan akan bertambah ilmu pengetahuan; dengan mengingat-ingat nikmat Allah akan bertambah kecintaan kepadaNya; dan dengan bertafakur akan bertambah ketakwaan kepadaNya.” Imam Syafi’i menegaskan, “Milikilah kepandaian berbicara dengan banyak berdiam, dan milikilah kepandaian dalam mengambil keputusan dengan berfikir.” []
SUMBER: IKADI.OR.ID