LAILATUL qadar merupakan malam yang mulia yang didambakan untuk dimiliki oleh semua umat Islam yang berpuasa di bulan Ramadhan.
Istilah al-qadaru (القدر) dari segi bahasa, memiliki banyak makna, antara lain kemuliaan (الشرف), hukum (الحكم), ketetapan (القضاء), dan kesempitan (التضييق).
Penggunaan kata al-qadaru yang merujuk pada makna kemuliaan dapat dijumpai dalam Alquran.
“Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya.” (QS. Az-Zumar : 67)
Malam Qadar dipahami oleh sebagian ulama sebagai malam mulia tiada bandingnya. Malam itu mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran.
Istilah al-qadaru dalam makna penetapan (القضاء) juga dapat diperiksa dalam Al-Quran.
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami.” (QS. Ad-Dukhan : 1-3)
Oleh sebagian ulama, malam Qadar yang dimaknai sebagai penetapan dan pengaturan, dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia.
Ibnu Qudamah di dalam kitab Al-Mughni menyebutkan bahwa malam itu disebut malam Qadar dengan makna malam penetapan, karena malam itu Allah SWT menetapkan segala sesuatu untuk tahun itu, baik hal-hal yang terkait dengan kebaikan, atau keburukan, termasuk juga urusan pengaturan rizki dan keberkahan.
Demikian juga penggunaan istilah al-qadaru dengan makna kesempitan (التضييق) bisa ditemukan dalam AlQuran.
“Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).” (QS. Ar-Ra’d : 26)
Para ulama yang memahami salah satu maknanya adalah kesempitan, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, sehingga bumi menjadi sempit.
Juga antara lain karena sempitnya kemungkinan untuk bisa menetapkan kapan jatuhnya malam itu, mengingat Allah SWT dan rasul-Nya terkesan agak merahasiakannya. []
SUMBER: RUMAH FIQIH