PEMBAGIAN warisan seorang muslim diatur dalam syariat Islam.
Al-Irts, al-wirts, al-wiratsah, at-Turats, al-mierats, dan at-tarikah, itu semua berarti pusaka, bundel, peninggalan yakni harta benda yang ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal. Dengan kata lain, itu semua disebut warisan.
Ketika seorang muslim meninggal dunia, maka harta peninggalannya akan diambil sebagiannya untuk keperluan penyelenggaraan jenazah, membayar utang-utangnya, memenuhi wasiat terakhirnya dan sisanya dibagikan kepada para ahli warisnya berdasarkan syariat.
BACAJUGA:Â Inilah 3 Kelompok Ahli Waris Menurut Syariat Islam
Para ahli waris yang berhak menerima waris dan bagian waris bagi masing-masingnya telah diatur disebutkan dalam Alquran dan sunnah. Namun, diantara mereka, ada sebagian yang terhalang dari menerima warisan.
Apa yang menghalangi mereka dari status ‘ahli waris’ yang semestinya mereka miliki?
Dalam ilmu Faraid, yakni ilmu yang mengatur tentang pusaka atau waris, ada 4 perkara yang menghalangi seseorang dari mendapatkan bagian warisan yang semestinya ia dapatkan. Berikut penjelasannya:
1 Berlainan agama
Seorang muslim tidak bisa jadi warits bagi orang kafir, begitu juga sebaliknya. Nabi SAW bersabda:
“Orang Islam tidak jadi warits bagi si kafir dan tidak pula si kafir jadi warits bagi si muslim.” (HR Bukhari)
2 Pembunuhan
Jika seseorang dengan sengaja membunuh seseorang yang semestinya memberikan waris baginya, maka dia tidak berhak mendapat warisan dari orang yang dia bunuh tersebut. Nabi SAW bersabda:
“Orang yang membunuh tidak bisa jadi warits.” (HR Tirmidzi)
BACA JUGA;Â Ini Sebabnya Mengapa Ilmu Waris Sangat Penting dalam Islam
3 Perhambaan
Seorang hamba tidak bisa jadi warits sekaligus tidak bisa meninggalkan harta waris. Sebab, selama dia belum merdeka, status dirinya adalah milik tuannya. demikian juga dengan sekalian hak dan hartanya.
4 Tidak tentu kematiannya
Jika ada dua orang yang berststus berwarits dan warits, mati tenggelam, mati ditimpa tembok, atau sebagainya, namun tidak diketahui siapa yang menghembuskan nafas terakhirnya lebih dulu, maka antara seseorang dengan yang lainnya tidak dijadikan ahli waris.
Sementara harta, masing-masing dari kedua orang yang meninggal tersebut, tetap dibagikan kepada ahli warisnya masing-masing. []
Referensi: Al Fara’id, Ilmu Pembagian Waris/Karya: A. Hasan/Penerbit: Pustaka Progresif/Tahun: 1992