SETELAH suami Rabi’ah al-‘Adawiyah wafat, Syekh Hasan al-Bashri beserta beberapa temannya meminta izin untuk menemuinya. Rabi’ah pun mengizinkan mereka untuk bertemu dengannya setelah ia mengulurkan tabir dan duduk di belakang tabir tersebut.
“Wahai para syekh, ada apa kiranya kalian bertandang ke rumahku ini?” tanya Rabi’ah.
Lalu, Syekh Hasan al-Bashri berkata, “Wahai Rabi’ah, suamimu telah meninggal dunia. Kami ke sini bermaksud meminangmu. Sudilah kiranya engkau memilih salah seorang diantara kami untuk dijadikan suami. Teman-temanku ini merupakan para ahli zuhud.”
“Terimakasih sebelumnya, ini sebuah kehormatan bagiku. Sebenarnya aku sangat senang dan memuliakan kalian. Akan tetapi, aku ingin mengajukan pertanyaan kepada kalian terlebih dahulu. Jika ada diantara kalian yang mampu menjawabnya, akan aku jadikan suamiku,” kata Rabi’ah.
Lalu, salah seorang teman Syekh Hasan al-Bashri berkata, “Orang yang paling alim diantara kami adalah Syekh Hasan al-Bashri. Maka, dialah yang akan menjawab pertanyaan yang akan kausampaikan.”
“Baiklah, jika Syekh mampu menjawab pertanyaanku maka aku bersedia menjadi suamimu,” kata Rabi’ah
“Silahkan. Mudah-mudahan aku mendapat pertolongan dari Allah untuk menjawab pertanyaan yang kauajukan.”
“Wahai Syekh, bagaimana pendapat Anda, jika aku meninggal dunia kelak, apakah aku masih dalam keadaan Islam ataukah kafir?”
“Kematian merupakan masalah gaib bagi para makhluk,” kata Syekh Hasan al-Bashri.
Kemudian, Rabi’ah mulai mengajukan pertanyaan yang kedua, “Bagaimana pendapat Anda, bila aku telah dimasukkan ke dalam kubur, lalu Malaikat Munkar dan Nakir memberikan pertanyaan kepadaku, apakah aku dapat menjawab pertanyaan tersebut atau tidak?”
“Soal mampu atau tidak seseorang menjawab pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir juga masalah yang gaib,” jawab Syekh Hasan al-Bashri.
Kemudian, Rabi’ah mengajukan pertanyaan yang ketiga, “Jika seluruh manusia dikumpulkan di tempat pemberhentian seperti hari kiamat dan buku catatan berterbangan di bawab ‘Arsy, kemudian catatan tersebut diterimakan kepada para pemilknya. Sebagian ada yang menerima dengan tangan kanan, yakni orang yang mukmin dan taat. Dan sebagian menerimanya dengan tangn kiri dari arah belakang punggungnya, yaitu orang kafir, maka apakah aku akan menerima catatan amalku menggunakan tangan kanan ataukah tangan kiri?”
“Itu juga perkara gaib,” jawab Syekh Hasan al-Bashri.
Kemudian, Rabi’ah mengajukan pertanyaan ke empat, “Jika hari kiamat kelak seluruh manusia dipanggil. Sebagian ada yang ditempatkan di syurga dan ada yang di neraka. Maka menurut Anda, aku akan diletakkan di mana, surga atau neraka?”
“Syurga dan neraka adalah perkara yang gaib,” jawab Syekh Hasan al-Bashri.
Setelah mendengar jawaban Syekh Hasan al-Bashri, Rabi’ah berkata, “ Wahai Syekh, apakah orang yang selalu gelisah atas keempat pertanyaan tersebut masih membutuhkan suami atau menghabiskan waktunya hanya untuk mencari suami?”
Syekh Hasan al-Bashri dan teman-temannya hanya bisa terdiam, mereka pun pamit dan meninggalkan rumah Rabi’ah al-Adawiyah. []
Sumber : Saifudin, Ahmad. 2014. Islam Itu Penuh dengan Cinta: Yogyakarta. Pustaka Almajaya.