DUNIA adalah ‘arena’ bagi manusia untuk berlomba-lomba mengumpulkan amalan shaleh untuk bekal kehidupan akhirat kelak. Namanya lomba sudah pasti tak akan lepas dari yang namanya ‘halangan’ dan ‘rintangan.’ Dalam kehidupan nyata, rintangan ini adalah ujian yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji kesabaran dan ketaatannya.
Namun, Allah SWT tak hanya menurunkan ujian tapi juga menurunkan musibah dan adzab. Lalu, apa perbedaan dari ketiga istilah tersebut?
Ujian yang secara bahasa berarti ikhtibar (penyelidikan) dan imtihan (percobaan), baik berupa kesulitan maupun kesenangan, kebaikan maupun keburukan. Allah SWT memberikan ujian kepada manusia dengαn tujuan menguji siapa hambaNya yang bersyukur atas ujian nikmat yang diperoleh dan siapa yang bersabar atas kesulitan yang menimpanya, agar diketahui siapa diantara hambaNya yang paling baik paling amalnya.
Allah SWT telah berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS Al Kahfi: 7).
“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan, dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (QS Al Anbiya`: 35).
Ibnu Abbas pernah berkata : “Allah SWT menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan dan petunjuk hidayah dan kesesatan.”
Ujian adalah cara Allah SWT mencintai hamba-Nya. Allah hendak membersihkan jiwa-jiwa manusia dengan sebuah ujian. Ketika manusia tersebut bisa melewatinya dengan baik. Maka ia telah lulus ujian dari Allah. Selain itu, ujian adalah penggugur dosa-dosa manusia.
“Senantiasa cobaan itu datang menimpa seorang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya, dan hartanya sampai dia berjumpa dengan Allah tanpa ada satupun dosa pada dirinya.” (HR. At Tirmidzi).
Musibah secara bahasa identik dengan teguran atau peringatan yαng sudah menjadi ketentuan Allah SWT terjadi karena kesalahan yαng kita perbuat. Apabila Allah menghendaki kebaikan, maka Allah SWT menyegerakan hukumannya dengan cara ‘ditegur’ di dunia sehingga ia menjadi lebih baik dan suci dari dosa. Namun apabila Allah SWT tidak mencintai hambaNya, ia akan tunda hukumannya akibat perbuatan dosa-dosanya dan akan ditunaikan di akhirat kelak.
Allah SWT berfirman,
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS An Nisa`: 79).
“Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al Maidah: 49).
Sudah sangat jelas bahwa musibah datang dari diri sendiri. Dengan musibah sesungguhnya Allah hendak membersihkan kita dari tumpukan dosa.
Adapun adzab adalah siksaan yang Allah berikan kepada orang-orang kafir baik di dunia maupun akhirat berupa musibah dan adzab di dunia sementara adzab yαng lebih besar menanti di akhirat.
“Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As Sajdah : 21).
“Orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS Ar Ra’du: 31).
“Wahai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kalian menjadi jahat sehingga kalian ditimpa musibah (azab) seperti yang menimpa kaum Nuh, kaum Hud, atau kaum Shalih. Sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kalian.” (QS Hud: 89).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda,
”Sesungguhnya Allah tidaklah menzhalimi seorang mukmin, diberikan kepadanya kebaikan di dunia dan disediakan baginya pahala di akherat. Adapun orang yang kafir maka ia memakan dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya di dunia sehingga ketika dia kembali ke akhirat maka tidak ada lagi satu kebaikan pun sebagai ganjaran baginya. “ (HR. Muslim). Wallahualam. []