Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Ustadz, sewaktu saya pas akil baligh dulu, saya tidak tahu bagaimana caranya mandi besar setelah mimpi besar. Saya tidak bertanya pada orang tua saya, dan mereka pun tidak begitu perhatian akan hal itu. Waktu itu, saya hanya membersihkan kemaluan saya saja, kemudian berwudhu jika akan shalat.
Sekarang, setelah saya mengetahuinya, apakah saya harus mengganti shalat-shalat saya yang dahulu Ustadz, dikarenakan hal ini? Terima kasih.
WY
Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
MAS WY, wajib bagi seorang muslim untuk mempelajari sesuatu terkait dengan sahnya aqidahnya, ibadahnya dan mu’amalahnya.
Orang yang telah banyak melakukan shalat tanpa bersuci yang benar, karena tidak mengetahui wajibnya bersuci, maka dia tidak diharuskan mengulang shalatnya berdasarkan pendapat yang lebih kuat.
Dikutip dari islamqa.ca., Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata, “Maka, jika dia tidak bersuci, karena tidak ada nash yang sampai kepadanya, misalnya dia makan daging unta, kemudian tidak berwudhu, lalu kemudian sampai kepadanya informasi nash dan jelas baginya kewajiban berwudhu, atau dia shalat di tempat berdekamnya onta, lalu sampai kepadanya informasi, apakah dia harus mengulangi apa yang telah lalu? Dalam masalah ini terdapat dua pendapat, kedua-duanya terdapat riwayat dari Ahmad.
Padanannya adalah menyentuh kemaluan lalu shalat, kemudian setelah itu jelas baginya bahwa siapa yang menyentuh kemaluannya, maka wajib berwudhu. Yang benar dalam semua masalah ini adalah tidak diwajibkan mengulangi shalat, Karena Allah Ta’ala telah memaafkan kekeliruan dan kesalahan. Karena Dia berfirman,
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً (سورة الإسراء: 15)
“Dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra: 15)
Maka siapa yang belum sampai kepadanya perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah perkara, tidak berlaku hukum kewajiban kepadanya. Karena, saat Umar dan Ammar saat junub, lalu Umar tidak shalat, sedangkan Ammar melakukan shalat setelah berguling-guling (di atas debu) Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan keduanya untuk mengulangi shalatnya. Begitupula beliau tidak memerintahkan Abu Dzar untuk mengulangi shalatnya ketika dia mengalami junub dan karenanya sekian hari tidak shalat. Demikian pula, beliau tidak memerintahkan para shahabat yang tetap makan (di bulan Ramadan) sebelum jelas baginya benang putih dari benang hitam untuk mengulangi puasanya. Diapun tidak memerintahkan qadha orang yang shalat menghadap Baitul Maqdis sebelum sampai kepadanya keputusan yang menghapus hukum tersebut.
Termasuk dalam bab ini adalah wanita mustahadhah, jika sekian hari dia tidak shalat dengan keyakinan bahwa dirinya tidak wajib shalat, maka kewajiban qadha shalatnya ada dua pendapat; Salah satunya, tidak wajib baginya mengulangi shalatnya, sebagaimana pendapat Malik dan lainnya. Karena terhadap wanita yang terkena darah istihadhah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanya berkata, ‘Sungguh aku mengalami haidh yang sangat besar dan mencegahku dari shalat dan puasa.” Beliau hanya memerintahkan apa yang seharusnya dia lakukan di kemudian hari dan tidak memerintahkannya mengadha shalatnya yang telah lalu.
(Majmu Fatawa, 21/101)
Hendaknya banyak melakukan shalat sunah. Karena pelaksanaan shalat sunah dapat menyempurnakan kekurangan yang terjadi dalam melakukan shalat fardhu. Dan upayakanlah untuk menuntut ilmu. Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ (رواه البخاري، 71، ومسلم، رقم 1037)
“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka dia diberi pemahaman terhadap agama.” (HR. Bukhari, no. 71 dan Muslim, no. 1037)
Wallahua’lam. []