TERTAWA sejatinya tidak dilarang. Namun dalam Islam, ada adab tertawa yang sebaiknya diperhatikan agar tertawa tidak berujung dosa.
Tertawa boleh saja dilakukan. Tapi tetap saja, agar tertawa menjadi kegiatan yang mubah, maka ada aturan yang harus dipahami. Khususnya bagi seorang muslim, ada lima adab tertawa dalam Islam yang sebaiknya dipahami dan diterapkan dalam kehidupan.
Adab Tertawa Pertama: Meneladani Nabi dalam senyuman dan tawa beliau
Dari Ka’ab bin Malik r.a, ia berkata: ”Rasulullah apabila (ada sesuatu yang membuatnya) senang (maka) wajah beliau akan bersinar seolah-olah wajah beliau sepenggal rembulan.“ (HR Al-Bukhari kitab al-Maghaazi bab Hadiits Ka’ab bin Malik (no. 4418), al-Fat-h (VIII/142))
BACA JUGA: Canda dan Tawa Rasulullah
Adab Tertawa Kedua: Jangan tertawa hanya untuk mengejek, mengolok, mencela dan sebagainya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Hujurat: 11).
Adab Tertawa Ketiga: Cukup tertawa secukupnya dan Tidak memperbanyak tertawa
“Berhati-hatilah dengan tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (Hadits shahih, Shahiibul Jaami’ (no.7435)).
Ada Tertawa Keempat: Tertawa bukanlah suatu profesi, karena hal itu alami dan lumrah terjadi
”Celakalah bagi orang-orang yang bercakap-cakap dengan suatu perkataan untuk membuat sekelompok orang tertawa (dengan perkataan tersebut), sedang ia berbohong dalam percakapannya itu, celakalah baginya dan celakalah baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi kitab az-Zuhd bab Man Takallama bi Kalimatin Yudh-hiku bihan Naas (no. 2315), telah di hasankan oleh Syaikh al-Albani dengan nomor yang sama, terbitan Baitul Afkar ad-Dauliyah)
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi bahwa maknanya adalah apabila seseorang berbicara dengan suatu pembicaraan yang benar untuk membuat orang lain tertawa, hukumnya adalah boleh. Al-Ghazali berkata, ”Jika demikian, haruslah sesuai dengan canda Rasulullah, tidak dilakukan kecuali dengan benar, tidak menyakiti hati dan tidak pula berlebih-lebihan.”
Adab Tertawa Kelima: Tidak berlebih-lebihan dalam tertawa dan terbahak-bahak dengan suara yang keras
Etika tertawa; ”Aku tidak pernah melihat Rasulullah berlebih-lebihan ketika tertawa hingga terlihat langit-langit mulut beliau, sesungguhnya (tawa beliau) hanyalah senyum semata.” (HR. Al-Bukhari kitab al-Aadab bab at-Tabassum wadh Dhahik (no. 6092), al-Fat-h (X/617)).
BACA JUGA: Hikmah Menutup Aurat bagi Muslimah
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, ”Yaitu, tidaklah aku melihat beliau berkumpul dalam hal tertawa, di mana beliau tertawa dengan sempurna dan suka akan hal tersebut secara keseluruhan.”
Tertawa yang berlebihan dapat menyebabkan muslimah kehilangan izzahnya. Tertawa berlebihan juga dapat mengundang keburukan. Seperti mudahnya laki-laki mendekatinya, dan mudah pula menjadi ajang keributan karena orang lain akan merasa terganggu. Muslimah memang dianjurkan untuk banyak tersenyum tetapi tidak banyak tertawa. []
SUMBER: MEDIA IHRAM ASIA