PURWOREJO–Kelompok orang yang menamai mereka sebagai Keraton Agung Sejagat membuat geger Warga Purworejo, Jawa Tengah. Sang Raja yang memimpin kelompok ini dipanggil dengan sebutan Sinuhun. Dia mengaku kuasai seluruh dunia.
Keraton Agung Sejagat yang dipimpin raja dan ratu ini muncul untuk menyambut kehadiran Sri Maharatu (Maharaja) Jawa kembali ke Tanah Jawa.
Raja dari keraton ini bernama Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat. Sementara sang istri atau ratu, dipanggi Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.
Berikut 5 fakta kemunculan Keraton Agung Sejagat yang dikutip dari berbagai sumber.
1. Mengaku kuasai seluruh dunia
Totok Santoso Hadiningrat yang menjadi pimpinan Keraton Agung Sejagat mengundang awak media untuk hadir ke Ndalem Poh Agung.
BACA JUGA:Â Viral di Medsos, inilah Fakta Keraton Agung Sejagad di Purworejo
Dalam kesempatan tersebut, Totok mengumumkan kehadiran kerajaan pimpinannya. Dia menyebut, keraton pimpinannya menjadi induk dari seluruh kerajaan hingga republik di dunia.
Kehadiran Keraton Agung Sejagat disebut bertujuan untuk membawa masyarat dunia menuju kemajuan.
Totok juga mengklaim akan melakukan perbaikan-perbaikan di berbagai bidang.
“Dengan memperbaiki sistem kedaulatan, sistem ekonomi, dan moneter secara global,” katanya, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Senin (13/1/2020).
Saat ditanya apakah kerajaan tersebut bagian dari NKRI, Totok menyebut, Keraton Agung Segajat bagian dari keseluruhan.
“Kita bagian dari semuanya,” tambahnya.
Sementara itu, Keraton Agung Sejagat juga mengklaim memiliki alat-alat kelengkapan yang dibentuk di Eropa.
United Nations (UN) dan Pentagon bahkan diklaim menjadi milik Dewan Keamanan KAS.
2. Berdandan layaknya anggota kerajaan
Kemunculan Keraton Agung Sejagat dianggap sebagai cara untuk menunaikan janji 500 tahun runtuhnya Kerajaan Majapahit pada 1518.
Para pengikut Keraton Agung Sejagat disebut punggawa kerajaan. Mereka juga berdandan layaknya anggota kerajaan.
Sama halnya dengan para pengikut, sang raja juga mengenakan baju warna senada.
Sinuhun Kerajaan Agung Sejagat Purworejo berada di singgasana (ISTIMEWA)
Yang membedakan adalag slempang dan aksesoris yang menempel di baju.
Sementara sang ratu mengenakan kain jarik sebagai bawahan serta baju kebaya berwarna hitam.
3. Sering melakukan aktivitas budaya
Menurut penuturan warga, area rumah atau yang disebut keraton kerap melakukan aktivitas budaya.
Awalnya, warga sekitar tak menaruh curiga dengan keberadaan bangunan tersebut.
Seorang warga bernama Sumarni (53) yang rumahnya dekat dengan Keraton Agung Sejagat mengatakan, ia mendengar akan ada museum di lokasi tersebut.
“Akan ada semacam museum, ada berbagai macam kesenian lainnya. Sehingga masyarakat sekitar makmur karena ada wisatawan akan datang,” katanya, dikutip dari Tribun Jateng.
Menurut Sumarni, awalnya kerajaan tersebut merupakan komunitas yang kerap mencairkan dana pemerintah.
Perkumpulan tersebut bernama Development Economic Commite (DEC).
Aktivitas orang-orang di kerajaan tersebut biasanya dimulai pada pukul 17.00 WIB hingga 22.00 WIB.
Mereka kerap melakukan upacara ala manten Jawa seperti adanya tari gambyong, cucuk lampang, hingga prosesi pecah telor.
“Kita sebagai warga jelas heran itu ada apa kok malem-malem seperti itu,” tambahnya.
4. Asal para pengikut kerajaan
Masih menurut Sumarni, para punggawa kerajaan bukan merupakan orang sekitar lokasi.
BACA JUGA:Â Kemunculan Keraton Agung Sejagat Dianggap Biasa, Pengamat: Itu Sama dengan Orang yang Ngaku Imam Mahdi
Mereka dikabarkan datang dari beberapa daerah di Yogyakarta seperti Bantul dan Imogiri. Mereka mulai datang ke lokasi sekitar pertengahan Agustus 2019.
Dikatakan Sumarni, mengutip dari sumber yang sama, pengikut Keraton Agung Sejagat disebut mencapai 425 orang ini datang menggunakan kain tradisional seperti kerajaan.
5. Batu besar datang pada dini hari
Beberapa waktu lalu, sebuah batu besar datang di lokasi kerajaan pada malam dini hari. Hal tersebut terjadi pada minggu kedua Oktober 2019.
Kata Sumarni, sebuah batu besar tiba-tiba datang sekitar pukul 03.00 WIB. Ia juga mengaku mendengar suara batu besar tersebut.
“Itu batunya datang jam setengah tiga malam, otomatis kita sebagai tetangga dekat jelas dengar suaranya,”
Tak sampai di situ, kursi-kursi pun tertata rapi. Batu besar tersebut dianggap sebagai bangunan prasasti. Menjadi tanda sahnya sebuah kerajaan berdiri. []
SUMBER: TRIBUNNEWS