GURU atau dalah bahasa arab dikenal dengan sebutan ustad bagi guru laki-laki dan Ustadzah bagi guru wanita. Islam sendiri memberikan tempat dan derajat yang tinggi bagi para guru sebagaimana hukum menuntut ilmu. Sebab mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang berilmu yang selalu mengamalkan ilmunya sebagai fungsi iman kepada Allah SWT.
Sebagaimana Firman Allah SWT:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah 11).
BACA JUGA: Berguru pada Lalat
Guru atau pendidik bukan hanya sekadar sebuah profesi. Nilai esensi yang terkandung di dalamnya adalah seorang guru memiliki tugas dalam menyebarluaskan ilmu yang bermanfaat sebagaimana hukum menerima hadiah dalam Islam. Tentunya hal ini dapat menjadi ladang pahala yang akan selalu mengalir meskipun sang guru nantinya sudah berpulang ke pangkuan Allah SWT. Sebagaimana dalam hadits:
“Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Apabila seorang manusia telah meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal yaitu: Shodaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.”
Guru juga memiliki peran dalam menyebarluaskan ajaran agama islam seperti dalam hukum mendengar kajian online, sehingga menjadi penerang dan jalan bagi umat untuk mendapatkan kebenaran.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Aulad mengatakan bahwa seorang guru hendaknya memiliki lima karakter dasar.
1 Ikhlas
Para guru hendaknya mencanangkan niatnya semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya, baik berupa perintah, larangan, nasihat, pengawasan ataupun hukuman.
Ikhlas itu “melupakan pandangan manusia dengan selalu memandang kepada Allah” sebagaimana sabda Nabi; “Engkau beribadah kepada Allah seakan akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihatmu.”
Kemudian sabdanya, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang dikerjakan secara tulus (ikhlas), semata-mata untuk-Nya, dan mengharapkan keridhaan-Nya.” (HR. Abu Dawud).
2 Takwa
Setelah ikhlas, seorang guru harus takwa sebagaimana telah didefinisikan oleh para ulama, yaitu: menjaga agar Allah tidak melihatmu di tempat larangan-Nya, dan jangan sampai Anda tidak didapatkan di tempat perintah-Nya. Mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan larangan-Nya.
“Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepada-Nya”. Dan Dialah Tuhan yang kepada-Nya-lah kamu akan dihimpunkan.” (QS Al an’am: 72)
Dalam bahasan takwa ini, Umar bin Khaththab pernah berdialog dengan Ubay bi Ka’ab. Sayyidina Umar bertanya, “Apa yang dimaksud takwa itu?” Ubay pun menjawab, “Apakah kamu pernah berjalan pada jalan yang berduri?”
Umar menjawab, “Ya, pernah”
Ubay pun bertanya lagi, “Apa yang kamu lakukan?”
“Aku singkirkan duri itu,” jawab Umar.
Ubay pun berkata, “Itulah takwa”.
Oleh karena itu kriteria manusia yang paling mulia dalam Islam bukanlah mereka yang memegang kekuasaan atau pun menguasai harta kekayaan, tetapi siapa yang paling takwa.
Rasulullah bersabda, “Ditanyakan, wahai Rasululah: siapakah manusia yang paling mulia?” Rasulullah bersabda, “Yang paling takwa di antara mereka.”
Lebih spesifik Rasulullah juga berpesan takwa kepada para guru. “Takwalah kepada Allah, berlaku adillah kepada anak-anakmu, sebagaimana kamu menginginkan mereka semuanya berbakti kepadamu.” (HR. Thabrani).
Jadi, sangat penting setiap guru memiliki mental takwa ini. Jika tidak, maka anak akan tumbuh menyimpang, terombang-ambing dalam kerusakan, kesesatan dan kebodohan. Logikanya sederhana, bagaimana anak murid akan takwa jika gurunya justru tidak memberi keteladanan.
BACA JUGA: Kebakaran Pesantren Alquran di Liberia, 26 Santri dan Dua Guru Meninggal
3 Ilmu
Hal ini sudah barang tentu tidak perlu dibahas panjang lebar. Karena guru adalah penyampai ilmu maka sudah selayaknya guru gemar menuntut ilmu. Sebab menuntut ilmu dalam Islam adalah kewajiban.
Keutamaan lain yang bisa diperoleh seorang pendidik adalah pahala yang tidak terputus, selama ilmu yang ia ajarkan terus diamalkan dan diajarkan kepada orang lain.
Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah, “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka pahala amalnya akan terputus, kecuali tiga hal: Shadaqah Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: Apa Hukumnya Guru Memukul Murid?
4 Sabar
Termasuk sifat mendasar yang dapat menolong keberhasilan guru dalam tugas mendidik adalah sifat sabar, yang dengan sifat itu anak akan tertarik kepada gurunya.
Dengan kesabaran, anak murid akan berhias dengan akhlak yang terpuji, dan terjauh dari perangai tercela. Apalagi, mengajar anak di zaman sekarang, yang nota bene lebih banyak menguras energi dan perasaan.
Oleh karena itu, Allah memberikan peringatan berulang kali kepada kita agar tetap sabar dalam upaya apapun, lebih-lebih dalam mendidik generasi masa depan. Allah berfirman,
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shalih; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS Hud: 11)
5 Bertanggung jawab
Tanggung jawab ini menurut Nashih Ulwan meliputi aspek keimanan, tingkah laku keseharian, kesehatan jasmani-ruhani, maupun aspek sosialnya. Jadi, bukan semata-mata tanggung jawab guru konseling jika ada anak tidak disiplin. Semua guru, termasuk kepala sekolah turut bertanggung jawab. Karena setiap guru adalah pemimpin bagi anak muridnya.
BACA JUGA: Seorang Guru SMK Tewas Ditikam Siswanya
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang kepemimpinannya, apakah dipelihara atau disia-siakan-nya, sehingga bertanya kepada laki-laki tentang keluarganya.” (HR. Ibn Hibban).
Ketika seorang guru memiliki lima karakter mendasar sebagai pendidik, insya Allah kerusakan, kelemahan atau kekurangan di dunia pendidikan dapat dikurangi secara menyeluruh. Karena sebagus apapun sistim pendidikan, jika gurunya tidak memiliki karakter dasar itu, maka terseok-seoklah pendidikan kita. []