ADA beberapa penyakit dakwah yang harus diketahui oleh para aktivisnya. Apa saja?
Ketika Umar bin Khattab ra. memberi wasiat kepada pasukan Islam yang akan berjihad, beliau berkata, “Janganlah kalian berbuat maksiat kepada Allah sedang kalian di jalan Allah”. Pesan ini mengisyaratkan kepada kita bahwa para da’i yang sedang berdakwah bisa jadi berbuat maksiat kepada Allah.
Barangkali penyakit inilah yang harus kita waspadai bersama, bermaksiat di jalan dakwah. Dan dalam pergerakan dakwah modern, para pemimpin dakwah juga sering mengingatkan akan bahaya berbagai macam penyimpangan di jalan dakwah.
Musthafa Masyhur adalah pemimpin gerakan dakwah yang sering mengingatkan akan berbagai macam penyimpangan di jalan dakwah. Buku beliau yang banyak mengulas tentang masalah ini adalah ‘Prinsip dan Penyimpangan di jalan di Dakwah’.
Fathi Yakan juga meworning para aktifis dakwah dalam bukunya ‘Aids dalam Harakah’ dan ‘Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah’. Namun demikian, para da’i adalah manusia yang tetap memiliki potensi lupa dan salah, sehingga upaya untuk saling mengingatkan harus terus dilakukan.
BACA JUGA: 5 Hal Penting Dakwah di Dunia Digital
Di antara berbagai Penyakit di Jalan Dakwah yang harus diwaspadai bersama oleh para da’i adalah:
1- Penyakit Dakwah: Juz’iyah Tidak Syamilah
Penyakit Juzi’yah atau parsial dalam dakwah bersumber dari pemahaman Islam yang tidak syamil atau integral. Pemahaman seperti inilah yang pada gilirannya mengakibatkan pola hidup sekuler.
Islam hanya dilihat dari satu aspek saja. Sampai sekarang masih banyak dari umat Islam yang memandang Islam hanya mengatur urusan privat saja. Sedangkan urusan public diserahkan kepada negara. Sementara negara masih menganut sistem sekuler.
Pola hidup sekuler masih mendominasi mayoritas umat Islam. Mereka memandang bahwa Islam di satu sisi sementara negara disisi yang lain. Realitas ini mengakibatkan pola hidup yang sangat kontradiktif.
Kita sering menyaksikan sebagian umat Islam yang ditokohkan oleh masyarakat tidak memberikan keteladanan yang baik. Dalam kehidupan ritual kelihatannya menjadi orang yang paling shalih, tetapi dalam kehidupan keluarga, sangat terbuka dan membiarkan istri dan anak-anaknya yang perempuan tidak menutup aurat.
Dalam ekonomi masih bergumul dengan riba dan dalam kehidupan politik menjadi orang yang suka korupsi dan money politik.
Begitu juga sebagian da’i dan mubaligh masih memahami Islam dengan pemahaman parsial, sehingga apa yang didakwahkannya tidak lebih dari apa yang dipahami bahkan cenderung kurang dan lebih buruk.
Sikap juz’iyah dan tidak syamilah akan menyebabkan dakwah Islam terpecah-pecah dan sering terjadi perselisihan diantara berbagai gerakan dakwah.
Dalam tataran praktis, gerakan dakwah terkadang juga terjebak pada salah satu fokus dakwah dan agak melalaikan aspek yang lain. Politik misalnya, tentu saja ini bagian dari aspek yang harus dimasuki gerakan dakwah.
Pada saat yang sama juga tidak melupakan aspek-aspek lainnya, seperti tarbiyah yang sudah menjadi jatidri gerakan dakwah.
Tarbiyah di kampus dan sekolah, tarbiyah di masyarakat, menjadikan masjid sebagai pusat dakwah dan tarbiyah dan lainnya . Aspek lain yang harus menjadi perhatian gerakan dakwah adalah perbaikan ekonomi kader.
Ketika kita mendapatkan bukti kesenjangan antar kader, mayoritas kader yang masih berada dibawah standar, mereka hidup di rumah-rumah kontrakan yang sempit dan tidak sehat sementara sebagian kecil kader bergelimangan dengan kemewahan, maka ini harus segera diselesaikan, karena pasti ada yang salah.
2- Penyakit Dakwah: Madiyah Tidak Rabbaniyah
Dan di antara penyakit di jalan dakwah yang berbahaya sekarang adalah itijjah madiyah (orientasi materi). Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya dunia adalah manis dan hijau dan sesungguhnya Allah akan menitipkan padamu, maka akan melihat apa yang kamu lakukan. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan wanita, karena fitnah pertama yang menimpa Bani Israil terjadi pada wanita” (HR Muslim)
Kita sedang menghadapi masalah di sini, kita sudah agak menjauhi dari sikap rabbaniyah dan mulai mendekat ke sikap madiyah.
Pembicaraan- pembicaraan yang berkembang dikalangan sebagian kader sudah kental dengan nuansa materinya, seperti, kita dapat apa dari dakwah ini? Mobilnya merek apa? Sudah nambah istri belum? HP merek apa? Bisnis apa yang kita garap? Proyek apa yang sedang kita ajukan? dll.
Sedangkan pembicaraan yang terkait dengan nilai-nilai rabbaniyah sudah semakin sayup-sayup terdengarnya. Pembicaraan seperti, kamu sudah hapal berapa juz? Anak kita sudah ada yang hafal al-Qur’an belum?
Kamu memiliki berapa halaqoh? Bagaimana shalat lima waktu kita? Kapan kita mengadakan dauroh? dll sudah hampir lenyap dalam pembicaraan kader dakwah.
Kita sudah mulai akrab dengan hotel, tetapi agak menjauh dengan masjid. Kita sudah hobi berkunjung ke para pejabat, tetapi sudah mulai jarang bermajelis dengan orang-orang shalih dan para ulama.
Kita senang dengan qusyur (istana dan rumah yang megah) dan melupakan kubur. Gaya hidup kita sudah ada yang berubah, ukhuwah kita sudah mulai kering dan bermasalah.
Dan ini adalah musibah. “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang Telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya Telah diturunkan Al Kitab kepadanya, Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS Al-Hadid 16).
Sikap rabbaniyah lahir dari proses tarbiyah yang matang terutama tarbiyah ruhiyah. Dari tarbiyah inilah kualitas kader dakwah teruji. Di masa Rasulullah ﷺ para sahabat yang teguh dalam seluruh dinamika dakwah adalah para sahabat senior yang tertempa oleh tarbiyah Rasulullah ﷺ dalam waktu cukup lama.
Mereka dibina oleh Rasulullah ﷺ di Mekkah selama 13 tahun, dan selanjutnya mereka mengikuti dakwah Rasul ﷺ dengan setia sampai beliau wafat. Mereka disebut Assabiqunal Awwalun (Generasi Awwal) dari Muahjirin dan Anshar.
Sedangkan para sahabat yang masuk Islam setelah Futuh Makkah, mereka inilah yang kemudian melahirkan dinasti Bani Umayah yang membangun politiknya dengan sistem kerajaan dan sarat dengan nilai-nilai madiyah dan menjauh dari nilai-nilai Rabbaniyah.
Kemenangan gerakan dakwah ketika tetap konsisten dengan nilai-nilai rabbaniyah. Rasulullah ﷺ . bersabda, “Zuhudlah kamu terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu. Dan zuhud kamu terhadap apa yang ada pada manusia, niscaya manusia mencintaimu.” (HR Ibnu Majah).
BACA JUGA: Bisakah Manusia Mendakwahi Jin?
Keikhlasan, pengorbanan, militansi dan perjuangan para kader tidak dapat diukur dan dinilai dengan harta. Realitas inilah yang harus menjadi perhatian para qiyadah dakwah, agar mereka juga tetap menjaga nilai-nilai rabbaniyah untuk bersama-sama membangun izzatul Islam wal muslimin yang lebih cerah lagi di masa yang akan datang.
Materi itu memang dibutuhkan dalam dakwah, tetapi materi itu bukan segala-galanya. Oleh karenannya materi jangan dijadikan orientasi dalam dakwah.
Rasulullah ﷺ bersabda,” Demi Allah ! Bukanlah kefakiran yang aku takutkan pada kalian. Tapi aku takut, dibukakannya dunia untuk kalian, sebagaimana telah dibukakan pada umat terdahulu. Maka kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba, dan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan orang sebelum kalian.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Gerakan dakwah dan aktivis dakwah harus tetap berada pada jalur yang benar, yaitu sikap robbaniyah. []
BERSAMBUNG | SUMBER: MAJALAH SAKSI-JAKARTA