DALAM proses mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wajalla (taqarrub ilallah), beda orang beda kemampuan, beda semangat, dan beda kesungguhan.
Ibarat kompetisi balap mobil, ada peserta yang berada di posisi paling depan, di pertengahan, sejajar dengan peserta lain, ada pula yang tertinggal jauh di belakang. Posisi mobil mereka ini bergantung pada kemampuan berlarinya mobil.
BACA JUGA: Hukum Membaca Ta’awudz Sebelum Al-Fatihah ketika Shalat
Demikian pula dalam urusan khusyuk dalam shalat. Manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda dalam urusan khusyuk dalam shalat.
Perbedaan ini muncul karena faktor tingkat kehadiran hati, tingkat kelalaian, konsentrasi, dan berpalingnya hati dari mengingat Allah ‘azza wajalla saat shalat.
Ibnul Qayyim (w. 751H) mengklasifikasikan manusia dalam beberapa tingkatan terkait tingkat khusyuk dalam shalat. Konsepsi beliau tentang tingkat khusyuk dalam shalat ini dapat dijumpai dalam kitab al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalim ath-Thayyib (hal. 23)
Tingkat pertama, orang yang menzalimi dan menelantarkan diri sendiri. Az-Zalim li nafsih.
Tingkatan ini ditempati orang yang tidak menjaga kesempurnaan wudhu, waktu-waktu shalat, batasan-batasan serta rukun-rukunnya.
Tingkat kedua, orang yang memelihara waktu-waktu shalat, batasan-batasannya, rukun-rukun lahiriahnya, dan wudhunya, hanya saja ia mengesampingkan upaya untuk melawan bisikan jiwa. Sehingga, ia terbawa oleh bisikan-bisikan jiwa dan pikiran-pikiran.
Tingkat ketiga, orang yang menjaga batasan-batasan shalat dan rukun-rukunnya, serta berusaha kuat melawan bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran. Ia sibuk melawan musuhnya agar tidak mencuri shalatnya, maka ia berada dalam shalat dan jihad.
Tingkat keempat, orang yang bila berdiri untuk shalat ia menyempurnakan hak-hak shalat, rukun-rukunnya, serta batasan-batasannya.
Hatinya tenggelam memelihara batasan-batasan dan hak-haknya, supaya ia tidak menyia-nyiakannya sedikit pun darinya. Bahkan seluruh perhatiannya tercurah untuk menegakkan shalat sebagaimana mestinya, dan selalu berusaha menyempurnakannya.
BACA JUGA: Adakah Shalat Sunah Qabliyah Isya?
Hatinya tenggelam dalam urusan shalat dan penghambaannya pada Rabb dalam shalat.
Tingkat kelima, orang yang bila berdiri shalat, ia melakukannya seperti tingkatan keempat. Tapi selain itu, orang ini telah mengambil hatinya dan meletakkannya di hadapan Rabb seraya melihat-Nya dengan hatinya, merasa diawasi oleh-Nya, penuh cinta dan mengagungkan-Nya, seolah-olah ia melihat dan memandang-Nya.
Bisikan-bisikan, pengalihan-pengalihan, dan was-was dalam jiwa yang mengganggu itu telah meredup. Penghalang antara ia dan Allah telah terangkat.
Maka jarak antara tingkatan orang ini dan tingkatan lainnya perihal khusyuk dalam shalat lebih jauh dibanding jarak antara langit dan bumi.
Dalam shalat ia sibuk bermunajat dengan Rabb, bahagia dengan-Nya. []
SUMBER: DAKWAH.ID