Oleh: Yudhistira Adi Maulana
JIKA kita amati dunia perfilman di tanah air sekarang ini, sepertinya kita balik lagi ke era 80-an. Rata-rata film didominasi film horor. Film di zaman modern sekarang sudah seperti jamur di musim hujan, merebak dengan cepat.
Pada saat ada seorang produser film horor diwawancarai di sebuah teve kenapa ia terus memproduksi film horror seperti ini, si produser menjawab “Selain biaya produksinya murah, juga film seperti ini cepat laris dan banyak diminati oleh masyarakat.”
Ya tema-tema tentang jalangkung, kuntilanak, Suster Ngesot, Nyi Roro Kidul sudah seperti gorengan pinggir jalan.
Yang menjadi catatan tentunya film-film seperti ini secara tidak langsung terus melestarikan fenomena syirik di kalangan masyarakat Indonesia. Bayangkan saja, sudah jaman canggih seperti ini kok masih ada yang percaya dengan Nyi Roro Kidul, Ratu Kidul, Ratu Pantai Selatan atau entahlah apa lagi. Mulai dari pejabat, haji atau hajah, artis, sarjana dan banyaklah yang mempercayai keberadaan Nyi Roro Kidul ini.
Nah tentunya bila ber bicara tentang fenomena syirik, kita harus eratkan hubungannya dengan Al-Quran dan Hadis.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.” Dikatakan kepada Beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kesyirikan kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.” (HR. Al-Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)
Dalam hadits di atas di sebutkan salah satu poin dalam tujuh dosa besar adalah syirik kepada Allah SWT.
As-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Ali Syaikh menerangkan: “Yang dinamakan syirik itu ialah menyerupakan makhluk dengan Khaliq Yang Maha Tinggi dan mengkuduskan makhluq dengan sifat-sifat kebesaran sebagai sesembahan, sepetrti memiliki kemampuan untuk memberikan kerugian dan kemanfaatan, mampu memberikan apa yang dibutuhkan makhluq dan menahan segala apa yang dibutuhkan makhluq, mampu memenuhi segala do’Allah, ditakuti dengan sebenar-benarnya takut, dijadikan tempat bergantung harapan kepadanya dan bertawakal kepadanya serta mempersembahkan kepadanya segala macam ibadah yang sesungguhnya semuanya itu hanya boleh ditujukan kepada Allah-lah saja. Maka barangsiapa yang menunjukkan hal-hal tersebut di atas kepada selain Allah, berarti dia telah menyerupakannya dengan Al-Khaliq.”
Jadi, bolehlah kita ambil kesimpulan bahwa sekarang ini—dan sejak dari dulu, dunia ghaib yang lebih cenderung melencengkan aqidah kita, terus-menerus berada di sekitar kita. []