Pakar sejarah sains, David A King, dalam The Renaissance of Astronomy in Baghdad in the 9th and 10th Centuries menjelaskan, perkembangan ilmu astronomi dalam peradaban Islam khususnya pada masa awal tak lepas dari pengaruh peradaban India dan Iran.
Perkembangan astronomi dalam peradaban Islam yang terjadi pada abad ke-9 dimulai dengan diterjemahkannya karya-karya utama Almagest oleh para ulama dan ilmuwan. Almagest adalah sumber terpenting mengenai informasi tentang astronomi Yunani kuno.
Para ilmuwan Islam ini belajar dengan cepat menggunakan metode penelitian yang kemudian menghasilkan berbagai penemuan, hingga mencapai puncak kejayaannya sepanjang sejarah peradaban.
Menurut Muhammad Gharib Jaudah, bahkan tidak separuh pun dari nilai peradaban itu dapat tertandingi oleh peradaban lain yang telah ada sebelumnya. Peradaban yang besar ini di Barat disebut dengan nama The Islamic Civilization atau peradaban Islam.
Ilmuwan Muslim yang memiliki kontribusi dalam eksplorasi luar angkasa begitu banyak. Proses perkembangan ilmu luar angkasa memiliki kaitan dengan penemuan ilmu matematika dan fisika. Sehingga, ilmuwan yang memiliki peran dalam bidang astronomi begitu banyak.
Di antaranya adalah Muhammad al-Fazari (777 M) yang merupakan astronom resmi pertama Dinasti Abbasiyah. Dia mengoreksi tabel yang ada berdasarkan teks astronomi India Siddhanta yang ditulis oleh Brahmagupta. Kitab ini merupakan rujukan utama hingga masa khalifah al-Ma’mun. Ia juga mengarang beberapa syair astronomis dan dikenal sebagai pembuat astrolab pertama di kalangan Muslim.
Al-Fargani (Alfraganus) sekitar 860 M menulis kitab Ushul al-Falak (prinsip-prinsip astronomi) dan Jawami ilm an-Nujum wa Ushul al-Harakah as-Samawiyyah (penjelasan lengkap tentang bintang dan prinsip-prinsip gerakan langit).
Buku terakhir ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada 1493 dan menjadi buku rujukan penting bagi Copernicus dalam menyusun teorinya.
Syekh Muhammad Sa’id Mursi dalam Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah menyebutkan, Abbas bin Farnas bin Wardas yang biasa dipanggil Abu Qashim gelarnya Hakim Andalus, dilahirkan di Kordoba pada 194 H dan tumbuh besar di sana.
Dia orang pertama yang menemukan jam kemudian diberi nama al-Miqatah, juga teropong bintang yang diberi nama Natu al-Halq. Dari teropong tersebut dia menggambar pada dinding rumahnya sistem tata surya mulai dari matahari, bumi, bulan, dan bintang pada orbitnya masing-masing.
Dia juga penemu teori pesawat terbang setelah mempelajari berat jenis dan kekuatan angin. Untuk uji coba, dia mengundang para ilmuwan di Kordoba guna menyaksikan dirinya membuat sayap yang diikat ditangannya, kemudian menerpa angin dan terbang di udara cukup lama.
Namun, ketika mendarat terjadi kecelakan sehingga melukai punggungnya. Tidak seorang pun yang dapat menafsirkan kitab Arudh karya Khalil kecuali dirinya, sehingga simpul-simpul masalah di dalamnya dapat diuraikan dengan jelas. Pada 274 H dia wafat di Andalusia.
Berikutnya, Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Mahmud al-Khalili al-Miqati. Dia merupakan astronom terkenal yang tinggal di Damaskus pada abad ke 14.
Dia adalah seorang ilmuwan miqat (ilmu tentang penentuan waktu berdasarkan matahari dan bintang). Dia termasuk salah seorang ilmuwan yang ilmu dan karyanya telah disadur oleh Copernicus.
Dia berhasil membuat jadwal penetapan waktu dengan matahari bagi daerah yang berada di garis lintang Damaskus, jadwal waktu shalat untuk garis lintang yang sama, dan jadwal arah kiblat.
Diantara karya tulisnya adalah Jadwal al-Qiblah Li al-Halili, Jadwal al-Miqat, Syarh alat ar-Rubu Li al-Khalili, dan Jadwal Fashl ad-Dawair Wa Amal al-Lail W an-Nahar.[]
Sumber:Khazanahepublika