ALAT indera yang ada pada manusia itu bukanlah untuk pajangan saja, bukan pula untuk memperindah semata, melainkan ada fungsi tertentu yang sangat mempengaruhi perjalanan hidup manusia. Salah satu alat indera yang ada pada manusia itu ialah telinga. Tentu Anda tahu bukan apa fungsi dari telinga? Ya, untuk mendengar.
Nah, telinga dapat mendengar segala macam bunyi yang ada di sekitarnya. Dan fungsi utama bagi kita, selaku umat Muslim ialah mendengar alunan kalimat bermakna, menyeru pada kebajikan. Ialah adzan yang dikumandangkan sebagai tanda seruan dari Allah SWT untuk mengingatkan kita bersujud pada-Nya.
Tapi, mengapa ya, ketika seruan itu datang, seolah-olah kebanyakan dari kita memiliki kesalahan dalam pendengarannya? Mereka seperti tak bisa mendengar seruan dari Allah SWT, padahal suara yang dikumandangkan itu cukup besar volumenya.
Dari beberapa kejadian, ditemukan berbagai macam aktivitas ketika seruan itu dikumandangkan.
Kejadian 1
Allah: Hayya ala shalat (mari kita shalat)
Manusia: Ntar dong ya Allah, saya lagi makan nih, tanggung, Allah tunggu aja dulu ya setelah saya selesai makan baru saya menghadap Allah (ya ampun masa Allah disuruh nunggu).
Kejadian 2
Allah: Hayya ala shalat (mari kita shalat)
Manusia: Ntar ya Allah, Allah gak tahu apa kalau saya sedang tidur, kan saya capek abis begadang gara-gara lembur kerja (ya ampun, lembur kerja prioritas utama dan Allah prioritas nomor sekian, bisa jadi tidak mendapat prioritas di diri kita).
Kejadian 3
Allah: Hayya ala shalat (mari kita shalat)
Manusia: Sssttt… Pura-pura gak denger ah, suara siapa sih itu berisik, mending kita nonton tv atau main gitar lagi yuk. (nih orang pura-pura budek atau budek sejati ya?).
Kejadian 4
Allah: Hayya ala shalat (mari kita shalat)
Manusia: “Males ah Allah!” (ya ampun, coba kalau orang tua kita nyuruh, atau pimpinan kita nyuruh, atau bos kita nyuruh, kita bilang males, bisa digantung nih. Gimana kalau Allah ya?).
Berbagai kejadian itu nyata ada di sekitar kita. Masih banyak orang yang bertingkah seperti tak punya pendengaran, padahal ia masih bisa mendengar perkataan orang lain dengan jelas. Nah, kita tak perlu koreksi orang lain, coba deh kita tanya diri sendiri “kita budek atau kita pura-pura budek atau kita budek beneran?” Jawablah pertanyaan ini dengan tingkah laku. []
Referensi: Sedekah Membabi Buta 1/Karya: Edi Sutisna/Penerbit: Zahira