SUATU hari Umar bin Abdul Aziz meminta budak perempuannya untuk mengipasi dirinya hingga ia bisa tidur. Si budak menaati perintah sang tuan. Angin sepoi-sepoi pun mengantarkan Umar bin Abdul Aziz ke alam mimpi.
Seiring dengan pulasnya tidur sang khalifah, gerak kipas di tangan budak perempuan itu perlahan berhenti dengan sendirinya. Si budak yang tak kuat menahan kantuk ikut tertidur di dekat Umar bin Abdul Aziz.
Budak itu masih tidur saat sang khalifah bangun dari alam mimpinya. Cepat-cepatlah sang khalifah mengambil kipas itu lalu mengipas-kipaskannya ke arah si budak.
Ketika terbangun budak itu langsung berteriak. Ia kaget karena melihat sang khalifah sedang mengipasi dirinya. Si budak merasa telah bersikap lancang meski pelayanan istimewa itu sendiri bukan berasal dari permintaanya.
Budak itu merasakan haru dan malu bercampur jadi satu saat berhadapan dengan karakter pemimpin yang demikian rendah hati.
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa sepertimu. Aku juga merasa panas sebagaimana dirimu,” tutur Umar bin Abdul Aziz menenangkan, “Aku senang mengipasimu sebagaimana engkau senang mengipasi diriku.”
Sikap pemimpin yang ditunjukkan Umar bin Abdul Azis itu muncul secara tulus karena ia menyadari hakikat kedudukannya sebagai manusia dan tugas sejati pemimpin yang harus melayani rakyat.[]
Sumber: Irsyâdul ‘Ibâd karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari.