SETELAH mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden Indonesia pada bulan Desember 1956, Bung Hatta menghadapi kenyataan pahit dalam hidupnya. Kehidupan ekonomi keluarganya menjadi kekurangan.
Gajinya 3.000 rupiah/bulan di awal tahun 1950 lalu naik menjadi 5.000 rupiah/bulan. Bung Hatta pernah menolak kenaikan gajinya itu meskipun akhirnya menerima, karena apabila beliau menolak, semua pejabat gajinya tidak ikut naik.
Bung Hatta bahkan pernah memerintahkan sekretarisnya Wangsawidjaja untuk mengembalikan dana taktis senilai 25.000 rupiah. Padahal dana itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Bung Hatta juga pernah menolak tawaran jabatan sebagai komisaris dari perusahaan asing karena takut dituduh meninggalkan kepentingan rakyat yang beliau bela selama hidupnya. “Apa kata rakyat nanti?”
Sikapnya mungkin naif bagi zaman sekarang. Tapi itulah Bung Hatta, kecil, putih bersih dan bersinar, laksana edelweiss. Ya, beliau adalah edelweiss dari Indonesia. [Iwan Kamah]