BANDUNG –Netty Prasetyani, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar, berikan perhatian pada kasus perkelahian pelajar SD saat berlangsungnya perlombaan senam Hari Guru yang dilaksanakan di SDN Ciapus 2 Banjaran, hingga menyebabkan seorang siswa berinisial AM meninggal.
Netty meminta kepada stafnya untuk berkoordinasi dengan P2TPA Kabupaten Bandung untuk ikut mendampingi aspek psikologis pelaku yang masih anak-anak itu.
“Tapi, aspek hukumnya kami sudah punya undang-undang dan tentu itu menjadi wilayah teman-teman penegak hukum mulai dari kepolisian sampai kejaksaan harus menghadirkan sebuah sistem yang ramah anak,” ujar Netty seperti dikutip dari Republika, Senin (27/11).
Netty menjelaskan, sekolah ramah anak adalah sekolahnya ramah, pembelajarannya ramah, dan mulai dilakukan di rumah. Gagasan Sekolah ramah anak yang dikemukakan oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, menurut Netty harus didukung dan diimplementasikan ke semua jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA dan MA.
“Semua harus menggunakan konsep ini,” katanya, “Karena kita tidak menutup mata kekerasan itu masih terjadi, entah dari guru atau pendidik kepada siswa, bahkan antar siswa.”
Kondisi ini, kata dia, memerlukan perhatian dan tanggung jawab semua pihak, bukan hanya pihak sekolah atau pengawas sekolah. Tetapi juga, orang tua murid bisa turut mengambil peran yang benar dan tepat.
Mengenai peran P2TPA terhadap pelaku, Netty mengatakan, ketika kita berbicara pelaku, yang melibatkan anak maka kita akan menggunakan UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak). Jadi, menghadirkan ruang, petugas penyidik, hakim atau jaksa yang sudah mendapatkan pelatihan dan memiliki prespektif kepada anak. Sehingga, tidak ada seragam, sorotan kamera, tidak ada pertanyaan pertanyaan yang dilontarkan seperti kepada pelaku dewasa.
“Ini harus di pahami oleh penegak hukum karena sejak di UU Kan tahun 2012 menunggu implementasi, kita sudah siap, baik di kepolisian maupun di kejaksaan dan pengadilan,” katanya.[]