Kerisauan (akan masa depan), kegundahan (saat ini), dan kesedihan (akan masa lalu); hanyalah muncul dari dua arah:
1. Kecintaan dan hasrat yang berlebih terhadap dunia.
2. Minimnya amal kebajikan dan ketaatan kepada Allah.
Ibnul Qoyyim
TERKADANG, dalam hidup ini kita seringkali merasakan kesedihan atau kegembiraan. Entah itu mendapatkan rezeki atau mendapatkan musibah. Namun yang harus kita ingat adalah bagaimana cara kita menyikapi segala sesuatu yang telah Allah takdirkan tersebut. Karena pada hakikatnya Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya.
Seringkali ketika mendapatkan musibah kita sangatlah merasa sedih. Merasa sedih merupakan sikap yang tidak terpuji yang diakibatkan oleh ketidakrelaan seseorang atas takdir Allah kepadanya. Di antara hikmah iman kepada qadha dan qadar Allah itu adalah (1) tidak berduka cita terhadap apa yang luput darinya, (2) tidak terlalu gembira atas bagian yang Allah berikan kepadanya.
Sikap yang pertama dibuktikan dengan kesabaran, dan sikap yang kedua dinyatakan dengan rasa syukur. Allah berfirman,
“Tidak suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhil Mahfuz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Hal itu adalah supaya kamu tidak berduka dengan apa yang luput dari kamu dan supaya kamu tidak terlalu gembira dengan apa yang diberikannya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan suka membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid : 22-23)
Sikap terbaik dari seseorang yang mengimani qadha dan qadar Allah adalah merasakan hal yang sama, baik ketika mendapatkan dunia maupun ketika tidak mendapatkannya. Itulah sikap sadar diri sebagai hamba Allah yang sepatutnya menyerah atas segala keputusan Tuhannya, dan pengakuan bahwa ketentuan (qadar) Allah atas dirinya merupakan yang terbaik baginya. []
Sumber: 60 Penyakit Hati/Uwes Al-Qorni/Remaja Rosdakarya