4. Cara Menyelidiki Keimanan: Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.
Dalam Al Qur’an banyak diceritakan kisah-kisah para Nabi, Rasul, dan orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
وَكلًَُّ نَقصُُّ عَلَيْكَ مِنْ أنَْباَءِ الرُّسلُِ مَا نُثبَِ تُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11)
Contohnya kita bisa mengambil kisah istiqomahnya Nabi Ibrahim.
قَالُوا حَ رِقُوهُ وَانْصُرُوا آلَِهَتكَُمْ إِنْ كُنْتمُْ فَاعِلِينَ )68( قلُْنَا يَا نَارُ كُونِي برَْدًا وَسَلََمًا عَلَى
إِبْرَاهِيمَ )69( وَأرََادُوا بهِِ كَيْدًا فَجَعلَْنَاهمُُ الْأخَْسَرِينَ )70(
“Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orangorang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya’: 6870)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
آخِرَ قَوْلِ إِبْرَاهِيمَ حِينَ ألُْقِىَ فِى النَّارِ حَسْبِىَ اللََُّّ وَنعِْمَ الْوَكِيلُ
“Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan dalam kobaran api adalah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik-baik tempat bersandar).”19 Lihatlah bagaimana keteguhan Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian tersebut? Beliau menyandarkan semua urusannya pada Allah, sehingga ia pun selamat.
Begitu pula kita ketika hendak istiqomah, juga sudah seharusnya melakukan sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan. Ini satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.
Imam Abu Hanifah juga lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Beliau rahimahullah mengatakan, “Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.”(Al Madkhol, 1/164, Mawqi’ Al Islam)
Begitu pula yang dilakukan oleh Ibnul Mubarok yang memiliki nasehat-nasehat yang menyentuh qolbu. Sampai-sampai ‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan mengenai Ibnul Mubarok, “Kedua mataku ini tidak pernah melihat pemberi nasehat yang paling bagus dari umat ini kecuali Ibnul Mubarok.”(Shifatush Shofwah, 1/438.)
BACA JUGA: Bisa dan Biasa Karena Istiqomah
Nu’aim bin Hammad mengatakan, “Ibnul Mubarok biasa duduk-duduk sendirian di rumahnya. Kemudian ada yang menanyakan pada beliau, “Apakah engkau tidak kesepian?” Ibnul Mubarok menjawab, “Bagaimana mungkin aku kesepian, sedangkan aku selalu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (Shifatush Shofwah, 1/438.) Maksudnya, Ibnul Mubarok tidak pernah merasa kesepian karena sibuk mempelajari jalan hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Cara Menyelidiki Keimanan: Memperbanyak do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا كَانَ قوَْلهَُمْ إِلاَّ أنَْ قَالُوا رَبنََّا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أمَْرِنَا وَثبَِ تْ أقَْدَامَ نََا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافرِِي نَ
Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihlebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. (QS. Ali Imran: 147)
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
رَبَّنَا أفَْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثبَِ تْ أقَْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلىَ الْقَوْمِ الْكَافرِِي نَ
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan ketegaran di atas jalan yang lurus adalah,
رَبَّنَا لاَ تزُِغْ قلُُوبنََا بعَْدَ إِذْ هَدَيْتنََا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أنَْتَ الْوَهَّا بُ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah
Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا مُقلَِ بَ الْقلُُوبِ ثبَ تِْ قلَْبِى عَلَى دِينِ كَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab, “Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”(HR. Tirmidzi no. 3522.)
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقلُُوبَ بِيدَِ اللََِّّ عَزَّ وَجَلَّ يقُلَِ بهَُ ا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.”(HR.
Ahmad (3/257)
6. Cara Menyelidiki Keimanan: Bergaul dengan orang-orang Sholih
Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
نظَْرُ المُؤْمِنِ إلَِى المُؤْمِنِ يَجْلُو القلَْ بَ
“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.” (Siyar A’lam An Nubala’, 8/435, Mawqi’ Ya’sub.)
BACA JUGA: Datang Bulan Bukan Alasan untuk Futhur
Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang sholih lainnya.
‘Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’.” (Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afani, hal. 466)
Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.(Shahih Al Wabilush Shoyyib, antara hal. 91-96, Dar Ibnul Jauziy). Wallahu a’lam. []
HABIS