BAGAIMANA cara menyelidiki keimanan?
Menyelidiki keimanan sama artinya menjaga keistiqomahan. Yakni menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) secara kontinu dan terus menerus. Mengapa istiqomah itu berat?, karena mempertahankan itu jauh lebih sulit daripada hanya sekedar meraih. Semua orang bisa mengawali sebuah amalan. Namun tidak semua bisa bertahan dan kontinu menjalankannya.
Dalil
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبنَُّا اللََُّّ ثمَُّ اسْتقََامُوا تتَنَزََّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَئكَِةُ ألَا تخََافُوا وَلا تحَْزَنوُا وَأبَْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتمُْ توُعَدُو نَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)
Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami) Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman
Allah ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبنَُّا اللََُّّ ثمَُّ اسْتقََامُوا فلََ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أوُلَئِكَ أصَْحَابُ الْجَنَّةِ
خَالِدِينَ فيِهَا جَزَاءً بمَِا كَانُوا يعَْمَلُو نَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14).
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
يَا رَسُولَ اللََِّّ قلُْ لِى فِ ى الإِسْلََمِ قَوْلاً لاَ أسَْألَُ عَنْهُ أحََدًا بعَْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أبَِى أسَُامَةَ
غَيْرَكَ – قَالَ « قلُْ آمَنْتُ بِالَِّّ فَاسْتقَِمْ ».
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.”
Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”
Disebutkan ayat paling berat bagi Nabi Muhammad sholallahu’alaihi wa salam adalah QS. Hud: 112.
BACA JUGA: 8 Perjalanan Setelah Kematian
Mengapa?
Karena ayat ini tentang perintah untuk tetap Istiqomah. Yakni menjaga setiap detik selalu berada pada jalan yang benar.
فَاسْتقَِمْ كَمَا أمُِرْتَ وَمَنْ تاَبَ مَعَكَ وَلاَ تطَْغَوْا إِنَّهُ بمَِا تعَْمَلُونَ بصَِي رٌ
Maka tetaplah kamu (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersama kamu. Dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kalian kerjakan [QS. Hûd/11: 112]
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu berkata, Tidaklah ada satu ayat pun yang diturunkan kepada Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam yang lebih berat dan lebih susah daripada ayat ini. Oleh karena itu, ketika beliau ditanya, ‘Betapa cepat engkau beruban’, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Sahabatnya, “Yang telah membuatku beruban adalah surat Hûd dan surat-surat semisalnya”. (HR. AtTirmidzi no. 3297)
Jatuh bangun membangun istiqomah
Manusia tempatnya salah dan tidak lepas dari hawa nafsu, maka adakalanya fitur dan kurang semangat dalam menjalankan ketaatan. Maka apa yang dilakukannya?
Allah Ta’ala berfirman,
قلُْ إِنمََّا أنََا بَشَرٌ مِثلْكُُمْ يُوحَى إلَِيَّ أنَمََّا إلِهَُكُمْ إلَِهٌ وَاحِدٌ فَاسْتقَِيمُوا إلَِيْهِ وَاسْتغَْفِرُ و هُ
“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepadaNya.” (QS. Fushilat: 6).
Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).
Mengapa dalam Al-Qur’an Istiqomah digandengkan dengan istighfar?
Karena seistiqomahnya manusia tetap tidak pernah bebas dari dosa, maka istighfar adalah pengokohnya. Artinya tanda keistiqomahan manusia adalah orang yang selalu beristigfar dan memohon ampun atas sosok dirinya yang memang diciptakan sepaket dengan hawa nafsu.
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang lurus).” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 246.)
Keutamaan Istiqomah
Allah Ta’ala berfirman,
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبنَُّا اللَُّّٰ ثمَُّ اسْتقََامُوْا تتَنَزََّلُ عَلَيْهِمُ الْمَ لۤ ِٕىكَة ُ الَاَّ تخََافُوْا وَلاَ تحَْزَنوُْا وَابَْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتمُْ توُْعَدُوْنَ – نَحْنُ اوَْلِيَاۤؤُكُمْ فِى الْحَ يوةِ الدُّنْيَا وَفِى ا لْاخِرَةِ ۚ وَلكَُمْ فيِْهَا مَا تشَْتهَِيْٰٓ انَْفُسكُُمْ وَلكَُمْ فِيْهَا مَا تدََّعُوْنَ –نزُُلاً مِنْ غَفُوْرٍ رَّ حِيْ مٍ
Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Rabb kami adalah Allâh,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta. Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allâh) Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang”. [Fushshilat/41:30-32].
Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas menunjukkan bahwa,
• Para malaikat akan turun menuju kepada orang-orang yang istiqamah ketika kematian menjemput, di dalam kubur, dan ketika dibangkitkan.
• Para malaikat itu memberikan rasa aman dari ketakutan ketika kematian menjemput, menghilangkan kesedihannya dengan sebab berpisah dengan anaknya karena Allâh adalah pengganti dari hal itu,
• Memberikan kabar gembira berupa ampunan dari dosa dan kesalahan,
• Diterimanya amal,
• Dan diberikan kabar gembira dengan surga yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia. (Tafsîr Ibni Katsîr (VII/177))
Kiat Agar Istiqomah
1. Cara Menyelidiki Keimanan: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثبَِ تُ اللََُّّ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثاَّبِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيضُِلُّ اللََُّّ الظَّالِمِينَ وَيَفْعلَُ اللََُّّ مَا يَشَا ءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh …” dijelaskan dalam hadits berikut. “Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.” (HR Bukhari dan Muslim)
Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4/502.)
Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik
2. Cara Menyelidiki Keimanan: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya
Allah Ta’ala berfirman,
قلُْ نزََّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِ كَ باِلْحَ قِ لِيُثبَ تَِ الَّذِينَ آمَنوُا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِي نَ
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril)11 menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفرَُوا لَوْلا ن زُِلَ عَلَيْهِ الْقرُْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذلَِكَ لِنُثبَِ تَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتلَّْنَاهُ ترَْتِيلَ
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Orang yang disibukkan dengan Al-Qur’an akan lebih kokoh imannya dibandingkan orang yang disibukkan dengan perkataan filosofi atau manusia lainnya. Karena Al-Qur’an adalah petunjuk, obat, penawar, dan rahmat bagi orang berimān. Sedangkan perkataan manusia berpeluang salah dan lemah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَنُن زَِلُ مِنَ الْقرُْ انِ مَا هوَُ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِ لْمُؤْمِنِيْ ِۙنَ وَلاَ يزَِيْدُ الظلِّٰمِيْنَ اِلاَّ خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (AlQur’an itu) hanya akan menambah kerugian.
BACA JUGA: 6 Hal Pengundang Pertolongan Allah kala Menghadapi Badai
3. Cara Menyelidiki Keimanan: Memiliki komitmen untuk menjalankan syariat
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.(HR. Muslim)
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsisten dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun Cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.” (Syarh Muslim, An Nawawi, 6/71)
Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah futur dan malas. Karena saat seseorang mengerjakan amalan langsung banyak bahkan di luar kapasitasnya maka ini tidak akan bertahan lama. []
BERSAMBUNG